JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum pemohon uji materi Undang-Undang Perkawinan, Anggara, mengungkapkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan Indonesia berada dalam masa darurat perkawinan mampu menjadi legitimasi bagi Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Sebenarnya ketegasan MK menciptakan alasan konstitusional bagi presiden untuk menyatakan bahwa kegentingan sudah memaksa. Dan presiden seharusnya membuat Perppu atas dasar pertimbangan MK," kata Anggara saat jumpa pers di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Baca juga: Kuasa Hukum Pemohon Sesalkan Batas Waktu Tiga Tahun Perubahan UU Perkawinan
Darurat perkawinan tersebut dinyatakan saat para hakim MK memutuskan uji materi UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Dalam pasal tersebut tercantum bahwa adanya perbedaan batasan usia perkawinan berdasarkan jenis kelamin, yaitu 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan.
Tak pelak, timbul gugatan atas pasal tersebut yang dinilai diskriminasi dan upaya untuk menaikkan batas umur bagi perempuan dari 16 menjadi 19 tahun.
Baca juga: Tenggat 3 Tahun bagi DPR untuk Mengubah UU Perkawinan Dinilai Moderat
Hakim anggota 1 I Dewa Gede Palguna contohnya, menurut dia, pasal tersebut kini sudah tidak lagi relevan karena diskriminatif. Hal itu kemudian menghilangkan hak-hak anak yang sejatinya belum tepat untuk menikah.
"Dalam UU Perlindungan Anak disebutkan bahwa individu yang berusia di bawah 18 tahun dikategorikan sebagai anak-anak. Sehingga, UU Perkawinan masih berkategori sebagai anak dalam UU Perlindungan Anak," ujar Palguna.
Baca juga: MK Beri Batas Waktu 3 Tahun untuk DPR Ubah UU Perkawinan Anak
"Perkawinan anak sangat mengancam dan berdampak negatif terutama kesehatan. Sangat mungkin terjadi eksploitasi dan ancaman kekerasan pada anak," sambungnya.
Maka dari itu, Anggara mendesak presiden mengeluarkan Perppu jika memang serius ingin menegakan UU Perlindungan Anak.
Baginya, tidak ada lagi alasan bagi presiden bahwa UU tersebut tertunda hanya karena tahun politik.
"MK sendiri menyatkan kita sudah darurat perkawinan anak. Kita harus kencang mendorong pemerintah supaya tidak tertunda karena alasan tahun politik," tegasnya.
Baca juga: Hapus Praktik Perkawinan Anak, Menteri Yohana Dorong Revisi UU Perkawinan
Sementara itu, Juru Bicara MK Fajar Laksono mempersilahkan jika presiden setuju bahwa perkawinan anak saat ini sudah dalam kondisi darurat yang kemudian mengeluarkan Perppu guna mengatasi permasalahan tersebut.
"Kalau dianggap darurat ya silahkan, tapi pengeluaran Perppu itu juga perlu proses. Intinya sudah jelas bahwa MK sudah tidak setuju dengan batas usia 16 tahun bagi perempuan," kata Fajar.