JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Divisi Korupsi Politik Almas Syafrina mengkritik pernyataan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar soal pemilihan tidak langsung.
Saat menghadiri acara Hari Anti Korupsi Dunia 2018, Muhaimin, yang biasa disapa Cak Imin, berpendapat, sistem pemilihan langsung memiliki andil dalam praktik politik uang di dalam partai politik.
Almas menyayangkan pernyataan tersebut keluar dari sosok Cak Imin yang pernah menentang pilkada tidak langsung.
"Perlu dicatat, Cak Imin itu tahun 2014 ketika pro kontra pilkada langsung dan tidak langsung, Cak Imin adalah orang yang mengatakan bahwa pilkada oleh DPRD adalah kemunduran. Itu di pemberitaan banyak sekali," ujar Almas kepada Kompas.com, Rabu (5/12/2018).
Baca juga: Cak Imin: Pilkada Langsung Awal Muasal Politik Uang
Almas mengatakan, ketika itu PKB dalam posisi mendukung pilkada langsung. Terkait pandangan Cak Imin saat ini, Almas tidak setuju jika pemilu langsung dinilai membuka celah politik uang yang besar.
Menurut dia, pemilu tidak langsung khususnya pemilihan kepala daerah sama rentannya terhadap praktik politik uang.
"Politik uang tentu masih ada, hanya saja berbeda penerimanya. Sekarang antara peserta pemilu dengan pemilih, nanti bergeser antara peserta pemilu dengan pemilih di DPRD," ujar Almas.
Selain itu, lanjut Almas, peluang kecurangan juga sama. Saat ini, calon kepala daerah tidak mendapat jaminan mendapat suara dari masyarakat yang sudah diberikan uang. Pengawasannya sulit karena melibatkan banyak orang.
Namun, ketika pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD, maka orang yang akan disuap lebih sedikit dan mudah dikontrol.
"Kalau anggota DPRD yang sudah disuap tidak memilih, menagihnya gampang," ujar Almas.
Baca juga: Cerita Mahfud MD soal Pilkada Tak Langsung yang Buat SBY Menangis
Di sisi lain, kata dia, tidak boleh dilupakan bahwa banyak kasus korupsi yang melibatkan anggota legislatif. Bahkan, ada kasus korupsi yang melibatkan hampir seluruh anggota DPRD.
"Bagaimana kemudian publik mempercayakan haknya untuk memilih diserahkan ke DPRD padahal DPRD-nya bermasalah," kata dia.
Oleh karena itu, dia berpendapat, bukan sistem pemilihan langsung yang harus dibenahi, melainkan internal partai politik.
Menurut dia, semua itu kembali kepada integritas partai politik.
"Pilkada mau langsung atau tidak, pileg mau tertutup atau terbuka, sepanjang parpolnya itu tidak di-reform, tidak dibenahi, ya tetap saja akan menimbulkan masalah," kata dia.