JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo membantah terburu-buru dalam mengambil kesimpulan mengenai pidato Prabowo dalam Reuni 212.
Ratna mengatakan, sebelum mengambil keputusan, Bawaslu sudah lebih dulu mencermati pidato Prabowo. Dari pencermatan itu, pihaknya menilai tidak ada pelanggaran pemilu yang dilakukan capres nomor urut 02 tersebut.
Pernyataan Ratna itu menanggapi laporan Jaringan Advokat Penjaga NKRI (JAPRI) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dirinya. Ratna dituding terburu-buru dan melanggar kode etik pascamemberikan pernyataan ke media mengenai Reuni 212.
Baca juga: Timses Jokowi Anggap Ada Unsur Kampanye di Reuni 212
"Berdasarakan hasil pengelihatan dan pendengaran saya, Pak Prabowo itu tidak menyampaikan visi, misi, dan program (sebagai capres), dan itu fakta yang didapatkan. Jadi menurut saya tidak ada kesimpulan yang tergesa-gesa," kata Ratna saat dikonfirmasi, Rabu (5/12/2018).
Ratna juga mengatakan, pihaknya fokus mengawasi Prabowo Subianto dalam Reuni 212. Sebab, Prabowo merupakan calon presiden Pemilu 2019.
Sebagai lembaga pengawas pemilu, Bawaslu mengantisipasi adanya kampanye politik dalam acara.
Menurut Ratna, sebagai capres, Prabowo tidak boleh berkampanye dalam Reuni 212. Sebab, kampanye di hadapan publik di ruang terbuka baru boleh dilakukan 21 hari jelang masa akhir kampanye yaitu 23 Maret-13 April. Metode kampanye yang demikian disebut sebagai kampanye rapat umum.
"Saya fokus kepada Prabowo karena yang jadi objek pengawasan kami kan hanya Pak Prabowo karena diundang dalam kegiatan yang dihadiri orang banyak. Jangan sampai hal itu digunakan untuk menyampaiakan pesan memilih dirinya," ujar Ratna.
Sementara hal-hal di luar pidato Prabowo, kata Ratna, saat ini masih ditelaah oleh Bawaslu DKI Jakarta. Bawaslu RI menunggu laporan Bawaslu DKI atas hasil telaah tersebut.
Baca juga: Dua Komisioner Bawaslu Dilaporkan ke DKPP terkait Komentar Reuni 212
Sebelumnya, Ratna dilaporkan ke DKPP bersama seorang Komisioner Bawaslu DKI Jakarta bersama Puadi.
Keduanya dilaporkan oleh Jaringan Advokat Penjaga NKRI (JAPRI) atas tuduhan pelanggaran kode etik, lantaran dinilai tidak profesional dan buru-buru dalam bertindak.
Pelapor menuding Ratna dan Puadi tidak profesional karena memberi pernyataan ke media bahwa tidak ada dugaan pelanggaran Pemilu dalam Reuni 212, tanpa melakukan verifikasi.
Pelapor juga menilai, seharusnya, baik secara individu maupun kelembagaan, Ratna dan Puadi lebih dulu melakukan verifikasi secara cermat sebelum memberikan pernyataan pers. Bukannya melakukan pemantauan sebatas melalui televisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.