JAKARTA, KOMPAS.com - Pers di Indonesia diminta untuk bersuara dalam setiap kasus dugaan kriminalisasi terhadap narasumber untuk setiap produk jurnalistiknya. Hal itu bertujuan agar penyelesaian sengketa pers yang dipidanakan bisa selesai di ranah Dewan Pers, bukan kepolisian.
Akhir-akhir ini, fenomena kriminalisasi terhadap narasumber berita mencuat karena kasus tanggapan Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi.
Farid menanggapi soal penyelenggaraan turnamen tenjs Persatuan Tenis Warga Pengadilan (PTWP) Mahamakah Agung (MA) dalam artikel berjudul "Hakim di Daerah Keluhkan Iuran" yang dimuat di Harian Kompas pada 12 September 2018.
Tanggapan itu berisi bahwa MA melakukan pungli pada penyelenggaran turnamen tersebut yang kemudian direspons oleh 64 hakim MA yang melaporkan Farid ke kepolisian atas dugaan pencemaran nama baik.
Baca juga: AJI Jakarta: Narasumber Jadi Takut Kalau Kriminalisasi Masih Terjadi
Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin menyatakan, pers di Indonesia, dalam konteks ini Harian Kompas, diminta aktif bersuara dalam kasus kriminalisasi narasumbernya. Salah satunya bisa meminta perlindungan dari Dewan Pers.
"Minta perlindungan Dewan Pers karena mereka memiliki mandat melindungi pers di Indonesia. Pers harus akrif karena itu narasumbernya," ucap Ade di Jakarta, Selasa (4/12/2018).
Tetapi di luar itu, lanjut Ade, sebenarnya pers juga bisa melalui cara lain dalam menyelesaikan sengketa pers yang telah dipidanakan selain meminta perlindungan dari Dewan Pers. Contohnya melalui kedekatan kultural dengan memanfaatkan hubungan baik antara pers dengan lembaga yang bersangkutan.
Baca juga: Soal Kriminalisasi Narasumber, Dewan Pers dan Kepolisian Diminta Aktif Berkomunikasi
"Karena sebenarnya media itu punya kedekatan sendiri dengan lembaga publik, seperti kepolisian, penyidik, dan lainnya. Jadi, melalui pendekatan kultural tersebutlah didiskusikan permasalahanya," ujar Ade.
Selaras dengan Ade, Ketua Aliansi Jurnalis Indepensen (AJI) Jakarta Asnil Bambani mengungkapkan, pers di Indonesia harus aktif melobi Dewan Pers dan berkomunikasi dengan kepolisian. Sebab, jika sengketa pers diselesaikan dalam ranah pidana, maka akan terjadi preseden buruk kebebasan pers di Indonesia.
"Dampaknya adalah masyarakat jadi takut bersuara di media. Media pun akan kehilangan narasumber dan jadi berhati-hati," papar Asnil.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.