Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem: Selama Masa Kampanye, Para Kontestan Masih Kedepankan Politik Stigma

Kompas.com - 29/11/2018, 09:05 WIB
Reza Jurnaliston,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masa kampanye calon presiden sudah berlangsung dua bulan lebih. Namun, menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, alih-alih menawarkan politik gagasan dan mengedepankan identitas program sebagai pembeda, para kontestan justru menggunakan politik stigma.

Menurut Titi, para kandidat dan elit terjebak dalam kampanye saling sindir, nyinyir, bahkan menerapkan politik sentimen yang menjatuhkan.

Kampanye yang sudah berjalan dua bulan ini menurut saya terjebak kepada kompetisi lebih mengedepankan politik stigma atau sentimen,” tutur Titi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (28/11/2018) malam.

“Seolah-olah menang menjadi satu-satunya target yang harus mereka penuhi dengan mengabaikan tanggung jawab moral dan hukum menjadikan kampanye ruang edukasi masyarakat,” sambung Titi.

Baca juga: 2 Bulan Masa Kampanye, Prabowo-Sandi Habiskan Dana Rp 34,5 Miliar

Titi menjelaskan, politik stigma atau politik sentimen yakni dengan melekatkan hal-hal negatif pada kontestan lawan.

“Mengedepankan emosi ketimbang diskursus program dan gagasan,” kata Titi.

Menurut Titi, dengan menerapkan politik sentimen justru akan membentuk kondisi pemilih kita yang tidak kritis. Bukan lagi pemilih yang mampu mengontrol kinerja para penguasa.

“Pemilih cenderung serba sentimen dan juga stigma, nantinya akan terbentuk pemilih yang membenarkan tindakan dari orang yang dia pilih dan akan menyalahkan apapun tindakan yang dilakuakan oleh orang yang tidak pilih,” tutur Titi.

Bahaya dari politik sentimen, tambah Titi, membuat masyarakat menjadi apatis lantaran melihat kontestasi Pemilu yang tidak menawarkan perubahan atau perbaikan keadaan.

Baca juga: Hingga Saat Ini, KPU Belum Buat Jadwal Fasilitasi Kampanye Media Massa

Para pemilih nantinya, akan menjauh, tidak peduli, dan tidak menggangap penting dari aktivitas pemilu.

“Alih-alih masyarakat melihat Pemilu dan demokrasi untuk menawarkan perubahan mereka justru menganggap Pemilu yang merusak atau sesuatu yang tidak membawa manfaat,” kata Titi.

Titi menuturkan, para peserta Pemilu seharusnya memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi kepada masyarakat.

Sehingga, saat para peserta dan kontestan Pemilu memenangkan dan mengemban amanah bisa melaksanakan janji-janjinya lantaran ditopang oleh pemilih yang melek politik.

Menurut Titi, pemilih yang tidak terinformasi dengan baik tentang latarbelakang dan rekam jejak peserta pemilu, program yang dibawa bisa dipertanyakan kualitas dan legitimasi dari hasil Pemilu.

“Produk-produk pemilu dipastikan tidak memenuhi aspirasi yang dikehendaki rakyat, lebih dari itu pemilih atau rakyat tidak bisa mengontrol lagi kekuasaan yang terbentuk dari proses Pemilu itu,” kata Titi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Nasional
Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com