JAKARTA, KOMPAS.COM - Direktorat Siber Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menangkap peretas situs laman Pengadilan Negeri Unaaha, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Peretasan tersebut dilakukan mulai Juni hingga Juli 2018.
"Salah satu intansi di Sulawesi Tenggara itu mengalami serangan peretasan menggunakan metode perusakan situs website setiap hari, setiap jam, dan secara masif," kata Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Rickynaldo Chairul di kantor Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Jumat (9/11/2018).
Dalam kasus peretasan ini, Bareskrim sudah menangkap empat orang pelaku. Mereka adalah LYC (19), MSR (16), JBKE (16), dan HEC (13). Keempatnya ditangkap di empat kota berbeda, yaitu Kediri, Cirebon, Surabaya, dan Jambi.
"Pelaku ini sejumlah empat orang. Menariknya, terdapat anak-anak yang ada dalam kasus ini yang masuk dalam grup Whatsapp bernama Blackhat yang dikendalikan oleh beberapa tutor," tutur Rickynaldo.
Lalu, lanjutnya, anak-anak tersebut disiapkan untuk meretas situs pengadilan tersebut. Mereka kemudian meretas dengan memasukan konten yang mengandung unsur Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), radikalisme, serta politik.
"Jadi tujuan mereka ini merekrut anak muda yang pintar dalam bidang teknologi informasi. Kemudian membimbing, diberikan tutorial, dan menguji coba atau tes sejauh mana kemampuan anak-anak ini," paparnya.
Baca juga: KPU Minta Polri Segera Tangkap Peretas Situs
Lebih jauh, Rickynaldo mengungkapkan hingga saat ini motif dari peretasan tersebut masih didalami kepolisian dan belum bisa dipastikan. Pasalnya, polisi kini fokus dalam pencarian tersangka lainnya.
Ia menambahkan, para peretas ini akan dikenakan pasal 46 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Juncto Pasal 30 ayat (1), ayat (2), ayat (3). Kemudian pasal 48 ayat (1), Juncto pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Terhadap perbuatan tersangka dapat dipidana maksimal 10 tahun penjara," tandas Rickynaldo.