Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertimbangan Bawaslu Putuskan Luhut dan Sri Mulyani Tak Langgar Aturan Pemilu

Kompas.com - 06/11/2018, 15:54 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memutuskan, tak ada aturan pemilu yang dilanggar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Hal itu berdasar hasil penelitian dan pemeriksaan terkait gestur satu jari keduanya saat acara pertemuan IMF-World Bank yang digelar di Nusa Dua, Bali, Minggu (14/10/2018).

Baik Luhut maupun Sri Mulyani, terbukti tidak menguntungkan maupun merugikan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Tidak terbukti ada pelanggaran karena tidak terpenuhi unsur-unsur pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang nomor 7 2017. Tidak terbukti melakukan tindakan yang untungkan atau rugikan paslon," kata Komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo di kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Selasa (6/11/2018).

Baca juga: Sri Mulyani: Saya Sangat Sedih Kalau Anda Tak Perjuangkan Indonesia...

Menurut Ratna, keduanya tak penuhi unsur pelanggaran pemilu lantaran gestur satu jari yang ditunjukkan Luhut maupun Sri Mulyani tidak dimaksudkan untuk kampanye. Keterangan ini didapat dari pengakuan keduanya yang sempat memberikan klarifikasi ke Bawaslu, Jumat (2/11/2018).

Ratna melanjutkan, dari penjelasan yang disampaikan oleh Sri Mulyani, didapati bahwa tujuan Sri Mulyani mengacungkan satu jari dan mengatakan "one is for Jokowi, two is for Prabowo" kepada Managing Director IMF Christine Lagarde adalah justru untuk mencegah kegiatan tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

Kepada Lagarde, Sri Mulyani berusaha menjelaskan makna satu jari dan dua jari di Indonesia saat ini.

"Disampaikan oleh SMI bahwa saya tidak bermaksud untuk melakukan kampanye pada saat kegiatan annual meeting itu. Justru saya ingin mencegah bahwa jangan sampai kegiatan itu dimanfaatkan untuk kepentingan politik," tutur Ratna.

"Makanya saya katakan jangan pakai dua, jangan pakai dua. Karena simbol-simbol jari untuk saat ini di Indonesia ada maknanya. Yang jadi satu itu untuk Jokowi dan jari dua itu untuk Prabowo. Itulah yang beliau jelaskan," sambungnya.

Sementara itu, dari keterangan Luhut didapati yang bersangkutan juga tidak bermaksud untuk kampanye. Gestur tangan Luhut yang semula menunjukkan sepuluh jari kemudian berubah menjadi 1 jari, kata Luhut maknanya adalah Indonesia negara kesatuan.

"Dia (Luhut) bilang, bahwa saya tidak punya maksud untuk menyatakan bahwa satu itu untuk salah satu paslon. Bahwa satu itu kita adalah satu, begitu. Sebagai negara kesatuan," kata Ratna.

Ratna menegaskan, gestur yang ditunjukkan kedua pejabat negara itu hanya bisa dimaknai oleh orang yang melakukannya. Setiap orang dapat membuat gestur, tetapi yang memahami maknanya adalah pembuat gestur itu sendiri.

"Gestur ini kan yang punya atau seseorang yang melakukan itu yang memaknai. Kan satu itu mungkin bagian dari (diduga) bermaksud untuk kampanye. Tetapi ternyata ketika kami klarifikasi, adalah satu itu bukan makna untuk itu (kampanye)," terang Ratna.

Luhut dan Sri Mulyani sebelumnya dilaporkan ke Bawaslu oleh Advokat Nusantara. Mereka menduga, tindakan keduanya mengacungkan satu jari adalah bentuk kampanye terselubung lantaran menunjukkan citra diri Jokowi sebagai calon presiden nomor urut 01.

Gestur satu jari Luhut dan Sri Mulyani beredar melalui video yang viral di media sosial.

Baca juga: Bawaslu Putuskan Sri Mulyani dan Luhut Tak Langgar Aturan Pemilu

Dalam video tersebut terlihat, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan gestur satu jari di acara pertemuan IMF-World Bank yang digelar di Nusa Dua, Bali, Minggu (14/10/2018).

Pada mulanya Luhut dan Sri Mulyani menunjukkan 10 jari, tetapi, Managing Director IMF Christine Lagarde mengacungkan kedua jarinya.

Luhut dan Sri Mulyani lantas melakukan koreksi, dan mengajak Christine Lagarde mengacungkan satu jari.

Kompas TV Lebih dari 900 keluarga di desa ini kehilangan tempat tinggal akibat gempa Lombok.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Nasional
Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Nasional
Jokowi Minta Kepala BNPB Cek Masyarakat Sulbar yang Belum Dapat Bantuan Pascagempa

Jokowi Minta Kepala BNPB Cek Masyarakat Sulbar yang Belum Dapat Bantuan Pascagempa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com