JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menyebut, aksi demonstrasi tak boleh diselundupi dengan kampanye politik.
Pernyataan Bagja itu, menanggapi adanya seruan '2019 Ganti Presiden' dalam Aksi Bela Tauhid, Jumat (2/11/2018).
"Tak boleh juga diselundupkan aksi-aksi yang mengatasnamakan kebebasan berekspresi tapi dengan unsur berkampanye kan tak boleh," kata Bagja di kantor Bawaslu, Senin (5/11/2018).
Jika ada peserta pemilu yang hendak berkampanye di hadapan publik, diharuskan untuk kampanye secara terang-terangan, bukan dengan cara diselundupkan pada aksi-aksi demonstrasi.
Baca juga: Bawaslu Tegaskan Kepala Daerah Boleh Kampanye asal Cuti
Bagja mengatakan, kampanye di hadapan publik atau kampanye metode rapat umum, baru boleh dilakukan 21 hari jelang masa akhir kampanye, 24 Maret-13 April 2019.
"Rapat umum belum saatnya pada saat itu. Rapat umum ada nanti 21 hari sebelum masa tenang," terang Bagja.
Bagja menyebut, aksi 211 yang diselundupi dengan seruan ganti presiden, bisa diindikasi sebagai kampanye rapat umum.
"Tak boleh sekarang, (aksi) itu kan rapat umum jelas. Terbuka bukan di gedung kan," ujar Bagja.
Baca juga: Ahli Sebut Gesekan Kampanye Lebih Besar di Lapangan daripada di Media Massa