Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: UU Pemilu Tak Hanya Rugikan Partai Baru, tetapi Juga Masyarakat

Kompas.com - 05/11/2018, 15:19 WIB
Christoforus Ristianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar komunikasi politik Ade Armando menilai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya larangan beriklan di media massa cetak, elektronik, dan internet tidak hanya merugikan partai politik yang baru mengikuti pemilu, tetapi juga masyarakat.

"Hak warga negara juga dirugikan untuk memperoleh informasi. Saya menganggap bahwa dalam demokrasi, keterlibatan warga negara sangat esensial," kata Ade saat menjalani sidang perkara sebagai ahli pemohon dari Patai Solidaritas Indonesia (PSI) di Mahkamah Konstitusi, Senin (5/11/2018).

Dalam sidang tersebut, PSI mengajukan permohonan pengujian terhadap tiga pasal dengan nomor perkara 48/PUU-XVI/2018.

Baca juga: KPU: Iklan Kampanye di Luar Waktu yang Ditentukan Berpotensi Langgar Aturan

 

Satu dari tiga pasal tersebut yang dinilai berat bagi PSI, yaitu Pasal 176 ayat (2) UU 7/2017, yang menyatakan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 275 ayat (1) huruf f dan huruf g dilaksanakan selama 21 (dua puluh satu) hari dan berakhir sampai dengan dimulainya masa tenang.

Maka dari itu, menurut Ade, pasal tersebut bermasalah lebih baik dicabut dari UU Pemilu. Pasalnya, masyarakat membutuhkan informasi dalam pemilihan umum yang demokratis, terutama dalam hari pemilihan.

"Penting warga mengatahui dulu siapa yang akan dia pilih. Setiap warga negara harus memiliki informasi kualitas kandidat yang bertarung dalam gelanggang politik. Tanpa itu, sangat mungkin warga memilih kandidat yang salah," tuturnya.

Baca juga: Perludem: Alasan Tim Jokowi-Maruf Tak Tahu Aturan Iklan Kampanye Tak Bisa Dibenarkan

Dengan masa waktu hanya 21 hari, lanjut Ade, masyarakat tidak akan memiliki waktu yang panjang dalam mencari tahu lebih dalam mengenai partai yang mengikuti pemilu. Apalagi, wilayah geografis Indonesia sangatlah luas dan media massa yang paling menjangkau masyarakat adalah televisi.

Mantan komisoner Komisi Pemilihan Indonesia (KPI) ini menambahkan, dengan singkatnya masa iklan kampanye di media massa dan sulitnya mendapatkan pemberitaan di media, maka partai politik tidak akan memiliki sarana yang efektif untuk menjangkau seluruh rakat Indonesia.

"Memasang iklan di televisi memang mahal. Namun, jika dibandingkan dengan daya jangkauanya, sebnding dengan hasil yang diperoleh. Apalagi Indonesia sangat luas," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Nasional
Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com