JAKARTA, KOMPAS.com- Mantan Direktur PT Duta Graha Indah (DGI), Mohanmad El Idris, protes kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut dia, tidak ada satupun perusahaan konstruksi BUMN yang dijadikan tersangka oleh KPK.
Padahal, kata El Idris, ada banyak perusahaan BUMN yang terlibat korupsi menyuap anggota DPR RI melalui Muhammad Nazaruddin.
Hal itu dikatakan Idris saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (24/10/2018). Idris menjadi saksi untuk terdakwa PT DGI atau yang telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE).
Baca juga: PT DGI Kembalikan Uang Rp 70 Miliar kepada KPK
"Yang diadili cuma kami. Padahal ada PP, Waskita, Adhi Karya. Saya ada lihat tabelnya, ada Nindya Karya dan lain-lain," ujar Idris kepada jaksa KPK.
Menurut Idris, saat Muhammad Nazaruddin ditangkap oleh KPK, pimpinan KPK Busyro Muqoddas mengatakan, ada 36 proyek senilai Rp 6 triliun yang diduga terlibat korupsi. Namun, menurut Idris, baru PT DGI yang mengerjakan proyek sekitar Rp 1 triliun yang dipidana.
Sedangkan, proyek senilai Rp 5 triliun lainnya tidak pernah diusut KPK.
Menurut Idris, PT DGI atau PT NKE telah mengalami banyak kerugian. Misalnya, sejak bermasalah hukum selama 7,5 tahun terakhir, PT DGI atau NKE di-banned oleh bank. PT DGI kesulitan mendapat akses perbankan.
"Sebelum Nazaruddin ditangkap, karyawan kami 2.300, sekarang tinggal 1.200. Itu pun mau dikecilin lagi. Itu saya bilang kasihan kami karyawan menanggung keluarga," kata Idris.
PT DGI yang telah berganti nama menjadi PT NKE didakwa memperkaya korporasi sendiri senilai ratusan miliar rupiah dalam proyek pemerintah. Perbuatan tersebut diduga membuat kerugian negara sebesar Rp 25,953 miliar.
Dalam persidangan, pihak korporasi selaku terdakwa diwakili oleh Djoko eko Suprastowo yang menjabat Direktur Utama PT NKE.
Baca juga: Mantan Direktur PT DGI Akui Berikan Fee untuk DPR Lewat Nazaruddin
Menurut jaksa KPK, PT DGI secara melawan hukum membuat kesepakatan memenangkan perusahaannya dalam lelang proyek Pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009 dan 2010.
PT DGI dinilai memperkaya diri sendiri atau selaku korporasi sejumlah Rp 24.778 miliar. Kemudian, memperkaya Muhammad Nazarudin beserta korporasi yang dikendalikannya yakni PT Anak Negeri, PT Anugerah Nusantara dan Grup Permai sejumlah Rp 10, 290 miliar.
Dalam kasus ini, PT DGI diduga mengendalikan perusahaan kontraktor di bawah BUMN. PT DGI menjadikan ketiga perusahaan tersebut hanya sebagai perusahaan pendamping dalam pelaksanaan dua proyek pemerintah.
Perusahaan BUMN tersebut yakni PT Wijaya Karya (Wika), PT Nindya Karya dan PT Pembangunan Perumahan (PP).