Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Tahun Pemerintahan Jokowi dan Bayang-bayang Masyarakat yang Terpecah

Kompas.com - 21/10/2018, 10:21 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Empat tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo masih dibayang-bayangi polarisasi yang terjadi di tengah masyarakat. Publik seolah terbagi menjadi dua kubu, pendukung Jokowi dan anti Jokowi.

Melihat hal tersebut, pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Adi Prayitno menilai ada fenomena dalam masyarakat yang disebut dengan bebal demokrasi. Adi mengatakan, banyak orang yang tidak rasional dan objektif dalam berpolitik.

Sentimen-sentimen negatif dituduhkan kepada pemerintah, bahkan dibumbui dengan berita bohong atau haoks yang cukup ekstrim. Masyarakat yang bebal politik juga cenderung menutup mata dari kebaikan yang telah dicapai pemerintah, serta mengedepankan emosi yang berdasarkan pada rasa tidak suka.

Baca juga: Diperiksa Bawaslu, Siswa SMAN 87 Terbawa Emosi Bela Guru yang Diduga Doktrin Anti-Jokowi

"Jadi, enggak peduli Jokowi bekerja atau tidak, enggak peduli Jokowi ini sudah berbuat banyak selama empat tahun untuk bangsa, yang penting asal bukan Jokowi aja. Menurut saya ini semacam beban politik, masyarakat cenderung tidak rasional," kata Adi saat dihubungi Kompas.com, Minggu (21/10/2018).

Bahkan, publik yang tergolong anti Jokowi hingga saat ini masih berusaha untuk mengungkit kekalahan Prabowo Subianto di Pilpres 2014, dan menarasikan kemenangan Jokowi sebagai suatu kecurangan.

Isu-isu yang cenderung menjurus pada hoaks dan fitnah seperti Jokowi seorang PKI, pro asing, dan anti Islam, terus dimunculkan sekalipun Jokowi telah mengklarifikasi ketidakbenaran isu tersebut.

Meski banyak isu digulirkan dari kubu anti Jokowi, Adi menilai, mantan Gubernur DKI Jakarta itu cenderung cuek. Jokowi menyerahkan segala hoaks dan fitnah kepada penegak hukum.


Pendidikan politik harus diperbaiki

Meskipun saat ini pendidikan sudah semakin maju dan teknologi komunikasi kian terbarukan, ternyata tak membuat masyarakat menjadi semakin sehat dalam berdemokrasi. Mental model politik publik masih belum berkembang, ditandai dengan adanya polarisasi politik yang kuat.

"Mereka boleh kaya, mereka boleh maju, boleh kenal dengan teknologi yang canggih, tapi mental model politiknya, saya dan mereka, we and the others, kan begitu pola polarisasinya," kata Adi.

"Di tengah keberlimpahan informasi dan demokrasi pola pikir kita masih jahiliyah," sambungnya.

Baca juga: Prabowo: Jangan Sebar Ujaran Kebencian...

Jika hal itu terus dibiarkan, maka akan berbahaya bagi proses demokrasi. Seolah demokrasi berjalan dengan baik, tapi digerogoti secara perlahan dari dalam karena masyarakat terpaut polarisasi.

"Dikhawatirkan ini justru akan menjadi api dalam sekam. Kelihatan demokratis tapi di dalam nilai-nilai demokrasi itu digerogoti secara perlahan," kata Adi.

Oleh karenanya, penting untuk membenahi pendidikan politik dalam masyarakat. Publik perlu diberi wawasan yang lebih luas bahwa politik bukan saja soal suka tidak suka. Berpolitik, kata Adi, harus dengan kerendahan hati, mau mengakui kelompok lain yang berprestasi.

Elite politik dan tokoh agama bertanggungjawab

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com