JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik menegaskan bahwa pihaknya mendorong penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM masa lalu melalui mekanisme yudisial atau proses pengadilan.
Pasalnya saat ini belum ada mekanisme non-yudisial yang dapat digunakan untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
"Maka, jalan satu-satunya penyelesaian adalah melalui mekanisme yudisial," kata Damanik saat menggelar konferensi pers di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (19/10/2018).
Baca juga: Menurut Kontras, Ada 4 Alasan HAM Bukan Prioritas Pemerintahan Jokowi
Secara terpisah, Komisioner Komnas HAM Hairansyah mengatakan, upaya penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu harus diselesaikan sesuai koridor dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Sebab dengan penuntasan kasus melalui pengadilan, pemerintah dapat memberikan kepastian hukum kepada korban maupun keluarganya.
"Kami bersikap, kami tidak ingin mengambil peran kalau itu di luar ketentuan UU Pengadilan HAM. Bahwa pemerintah ingin menyelesaikan kasus secara non yudisial silakan tapi proses kita di yudisialnya, karena itulah proses yang akan memberikan kepastian hukum," ujar Hairansyah.
Ia pun menegaskan bahwa Komnas HAM tak sepakat jika penyelesaian kasus HAM masa lalu menggunakan mekanisme di luar koridor UU Pengadilan HAM.
Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), sempat mewacanakan penyelesaian kasus melalui mekanisme non-yudisial, yakni pembentukan Dewan Kerukunan Nasional (DKN).
Kemudian DKN diubah menjadi Tim Gabungan Terpadu Penyelesaian Pelanggaran HAM berat masa lalu.
"(Penuntasan kasus) Harus sesuai koridor UU Pengadilan HAM. Bagi kami penyelesaian itu yudisial, hasil penyelidikannya juga sudah ada," tuturnya.
Sejak 2002, Komnas HAM telah menyerahkan berkas penyelidikan sejumlah kasus pelanggaran berat HAM masa lalu ke Jaksa Agung.
Adapun berkas penyelidikan yang telah diserahkan adalah kasus peristiwa 1965/1966, peristiwa penembakan misterius (Petrus) 1982-1985, peristiwa penghilangan paksa aktivis 1997-1998, peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II 1998-1999, peristiwa Talangsari 1989, peristiwa kerusuhan Mei 1998 dan peristiwa Wasior Wamena 2000-2003.
Baca juga: Komnas HAM Klaim Telah Serahkan Berkas 12 Kasus HAM Berat ke Kejagung
Komnas HAM juga menambah tiga berkas kasus pelanggaran berat HAM di Aceh, yakni kasus Jambu Kepok, kasus Simpang KKA dan dan kasus Rumah Gedong yang diserahkan pada 2017-2018.
Kendati demikian, hingga saat ini Jaksa Agung belum membuat langkah konkret untuk menindaklanjuti berkas penyelidikan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.
Berdasarkan Undang-Undang Pengadilan HAM, Jaksa Agung berwenang melakukan penyidikan dalam menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM.