JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo meminta seluruh kementerian serta lembaga terkait untuk memperhatikan peringatan dini bencana, penanganan bencana sekaligus edukasi bencana di Indonesia.
"Saya menginginkan seluruh kementerian lembaga agar sistem peringatan dini, edukasi mengenai kebencanaan, kesiapan manajemen bencana betul-betul diperhatikan di seluruh daerah rawan bencana," ujar Presiden di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/10/2018).
Jokowi mengatakan pemerintah sudah memiliki peta daerah rawan bencana. Artinya, tidak sulit untuk menciptakan daerah yang siap siaga menghadapi bencana alam.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei mengatakan, Indonesia sudah memiliki sistem penanggulangan bencana alam nasional yang cukup komprehensif.
Sistem itu meliputi regulasi, aksi kementerian/ lembaga, pendanaan, penyelenggaraan penanggulangan bencana hingga pascabencana.
Sistem itu bernaung di Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Dalam hal ini, BNPB merupakan leading sector membawahi sejumlah kementerian/ lembaga. Misalnya, TNI, Polri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah terdampak bencana alam.
Namun, perangkat regulasi yang belum ada, yakni SOP. Belum ada petunjuk teknis yang berisi apa yang harus dilakukan unsur-unsur penanggulangan bencana itu ketika terjadi bencana alam.
"Sekarang kan memang enggak jelas. Sementara ini, enggak ada SOP. Sekarang ini yang ada, peraturan kepala lembaga menetapkan tanggap darurat. Arahnya memang begitu ada bencana, harus jelas, TNI buat apa, Polri buat apa, BNPB buat apa," ujar Willem.
Apabila nantinya SOP bagi unsur-unsur penanggulangan bencana itu telah ditetapkan, institusi yang menjadi komandannya adalah Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan.
Willem memastikan, tidak mesti merubah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana untuk menerbitkan SOP itu.
"Sudah diatur di dalamnya, mulai dari penyelenggaraan, mitigasi sebelum bencana dan termasuk keuangannya. Penerimaan bantuan internasional dan sebagainya," ujar Willem.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menambahkan, SOP itu memang sangat dibutuhkan dalam penanganan dampak bencana alam. Hal itu demi percepatan penanganan sekaligus pemulihan daerah terdampak.
"Memang perlu aturan detail alias SOP itu. Supaya begitu terjadi bencana, semua unsur itu, TNI, Polri, Kementerian PU-PR, Kementerian Sosial sampai kepala daerah bisa langsung mengetahui apa yang harus dia kerjakan," ujar Sutopo.
Catatan Redaksi:
Judul dan isi berita sudah diedit karena ada kesalahan pemahaman dalam penulisan sebelumnya. Mohon maaf atas kesalahan penulisan.