Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beras-isasi, Kebijakan Masa Lalu yang Berdampak hingga Sekarang

Kompas.com - 16/10/2018, 19:56 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Hari ini, Selasa (16/10/2018), diperingati sebagai Hari Pangan Sedunia. Pemerataan dan ketersediaan pangan menjadi isu paling mendasar untuk diperhatikan.

Namun belakangan, ketersediaan bahan makanan pokok di Indonesia, tidak dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri saja. Pemerintah melakukan impor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sejatinya, masyarakat Indonesia merupakan sekumpulan manusia dengan keanekaragaman di segala sisi. Tidak hanya suku dan agama, perbedaan itu juga terdapat pada ragam bahan konsumsi pokoknya.

Masyarakat Papua dan Maluku misalnya, kita kenal sebagai konsumen sagu. Kemudian masyarakat Nusa Tenggara mereka biasa mengonsumsi Jagung dan Sorgum. Adapula masyarakat Sulawesi Utara yang menjadikan pisang gapi sebagai makanan pokok, dan lain sebagainya.

Semua bahan pangan itu memiliki kandungan karbohidrat yang sepadan dengan beras, untuk memenuhi kebutuhan asupan gizi tubuh sehari-hari.

Akan tetapi, program beras-isasi yang dikeluarkan Pemerintah Soeharto sedikit banyak mengubah konsumsi bahan pangan pokok masyarakat semula beragam, menjadi satu jenis, yakni beras.

Selain itu, kebijakan ini juga mematikan eksistensi bahan pangan lokal yang sebelumnya berkembang subur di daerah-daerah, karena peminatnya menurun.

Sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan nasi sebagai makanan utamanya, entah dia berasal dari Papua, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan lain sebagainya.

Berdasarkan keterangan dari Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan), Agung Hendriadi, jumlah konsumen beras di Indonesia masih melebihi yang jumlah wajar.

"Berdasarkan data pola konsumsi menunjukkan bahwa beras atau nasi masih mendominasi porsi menu konsumsi masyarakat hingga 60 persen, idealnya maksimal 50 persen agar masyarakat dapat hidup lebih sehat, aktif, dan produktif," kata Agung sebagaimana tertulis di laman Kementan.

Ia berharap pemerintah daerah dapat mengembangkan potensi dan produksi bahan pangan lokal yang saat ini kurang diminati oleh masyarakat semenjak program beras-isasi diberlakukan.

Data BPS tentang konsumsi beberapa bahan maanan pokok di Indonesia sejak 2007-2017.BPS Data BPS tentang konsumsi beberapa bahan maanan pokok di Indonesia sejak 2007-2017.

Di lain sisi, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya penurunan jumlah konsumsi beras di masyarakat, meskipun penurunan itu terjadi dalam angka yang kurang signifikan.

Pada 2007 konsumsi beras masyarakat Indonesia ada di angka 1,740 kilogram per kapita per minggunya. Sementara, pada 10 tahun kemudian, yaitu 2017, angka itu turun hanya sebesar 0,169 menjadi 1,571 kilogram per kapita per minggu.

Sejauh ini, beras masih menjadi bahan pokok yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Angka ini jauh di atas jagung dan ketela yang angkanya di bawah 0,2 kilogram.

Ilustrasi. Petani memanen sorgum.KOMPAS/ADI SUCIPTO Ilustrasi. Petani memanen sorgum.

Meskipun demikian, upaya penggalakan kembali bahan pangan lokal mulai terlihat, salah satunya di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com