JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menyebut, pihaknya tidak bisa menambahkan surat suara dengan unsur lain yang tidak ada dalam ketentuan Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Termasuk menandai calon legislatif (caleg) mantan narapidana korupsi dalam surat suara Pemilu.
Menurut Arief, dalam Pasal 342 Undang-Undang Pemilu, ketentuan mengenai surat suara telah diatur, seperti unsur nama, nomor urut, hingga foto.
Baca juga: Parpol Diharap Susun Aturan Internal Larang Eks Koruptor Jadi Caleg
"Desain surat suara itu sudah ditulis rinciannya di dalam Undang-Undang. Jadi misalnya untuk DPD ada foto nama dan nomor urut, untuk pemilu Presiden ada gambar capres, nama, gambar partai pengusul, untuk DPR RI itu ada gambar parpol lalu nomor," kata Arief di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (12/10/2018).
"Jadi kita tidak bisa mengisi surat suara dengan hal-hal yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang," sambungnya.
Penandaan caleg eks koruptor dalam surat suara tidak dimungkinkan juga lantaran ada keterbatasan ukuran surat suara.
Baca juga: KPU Bantah Gerindra dan PKS Tarik Caleg Eks Koruptor
Arief mengaku, KPU pernah mencoba membuat desain surat suara dengan tanda bagi caleg eks koruptor. Namun, itu dinilai merepotkan dan tak sesuai dengan ukuran surat suara. Sehingga membuat surat suara jadi tak elok dilihat.
"Memang ada usulan diberi penanda di surat suara, KPU pernah mencoba membuat desain itu, tapi sepertinya bukan hanya merepotkan, tetapi ukuran surat suara akan menjadi terganggu," jelas Arief.
Meski demikian, Arief menyebut, usulan pemberian tanda caleg eks koruptor memungkinkan dilakukan di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Tetapi, kemungkinan tersebut masih akan didiskusikan lebih lanjut.