JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Arsul Sani, menilai wajar kritik kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ihwal Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2018 tentang pelaporan kasus korupsi.
Ia mengatakan semua yang dikerjakan Presiden Joko Widodo di masa kampanye pasti akan dituding pencitraan oleh kubu Prabowo-Sandiaga.
"Kalau baru dikeluarkan sekarang maka ini dibuat pencitraan, maka kalau itu kemudian digeneralisasi seperti itu apa yang dilakukan presiden pencitraan semua," kata Arsul di Posko Cemara, Menteng, Jakarta, Rabu (10/10/2018).
"Konsekuensinya untuk menghindari pencitraan presiden enggak usah kerja, duduk saja begitu, karena apapun yang dilakukan presiden bisa dimaknai kemudian sebagai pencitraan," lanjut Arsul.
Baca juga: Jokowi Teken PP, Kini Pelapor Kasus Korupsi Bisa Dapat Rp 200 Juta
Ia menambahkan sedianya semua pihak objektif menyikapi PP tersebut. Arsul mengatakan PP itu merupakan turunan dari Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Arsul menilai berlebihan bila kemunculan PP tersebut dianggap sebagai pencitraan. Ia menyatakan melalui PP tersebut justru akan diatur lebih detail ihwal pelaporan kasus korupsi.
Nantinya, PP tersebut juga akan didetailkan kembali oleh lembaga dan kementerian terkait agar pelaporan kasus korupsi lebih tertib.
"Saya lihat PP itu juga nanti perlu pengaturan lebih lanjut entah dalam peraturan lembaga atau kementerian. Nanti soal mengelola anggarannya siapa di situ, siapa leading sector-nya biar diatur lebih lanjut," kata Arsul lagi.
Baca juga: Kubu Prabowo-Sandiaga Kritik PP Pelaporan Korupsi yang Dapat Ganjaran Rp 200 Juta
Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak, sebelumnya mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2018 tentang pelaporan kasus korupsi.
Dalam PP tersebut, pelapor bisa diganjar uang Rp 200 juta.
Menurut Dahnil PP tersebut sedianya positif namun akan percuma bila tak ditunjang dengan upaya pemberantasan korupsi yang lebih sistemik.
"PP No. 43 Tahun 2018 positif sebagai langkah mendorong insentif, tapi lebih banyak kamuflase, tidak substantif, karena kesejatian melawan korupsi adalah berani membongkar korupsi sistematik, besar dan melibatkan mereka-mereka yang memiliki pengaruh luas," kata Dahnil melalui pesan singkat, Rabu (10/10/2018).
"Bila Pak Jokowi punya komitmen tinggi terhadap pemberantasan korupsi, perhatikan kasus Novel Baswedan, dan apa yang sudah dibongkar oleh Indonesialeaks baru-baru ini terkait dengan perusakan barang bukti laporan keuangan kasus Basuki Hariman," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.