JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menduga persepsi publik menjadi alasan di balik masifnya vonis hukuman mati oleh lembaga yudikatif di Indonesia.
"Dugaan kita karena sistem peradilan kita masih dipengaruhi oleh persepsi publik," ujar Usmad di Historia Food & Bar, Jakarta Barat, Rabu (10/10/2018).
Usman menyebutkan, sebagian besar masyarakat masih mempercayai bahwa vonis hukuman mati dapat memberi efek jera dan mengurangi kejahatan.
Ia mengacu pada survei yang dilakukan Indo Barometer tahun 2015, dengan hasil 84,1 persen mendukung hukuman mati dengan alasan tersebut, khususnya untuk kejahatan narkoba.
Baca juga: Jaksa Agung: Hukuman Mati Tidak Menyenangkan, tapi...
Selain itu, ia juga menyebutkan soal survei Litbang Kompas pada tahun 2017, yang menyebutkan bahwa 89,3 persen mendukung hukuman mati dengan alasan serupa terutama untuk kejahatan terorisme.
Padahal menurutnya, perspektif terhadap hukuman mati seperti itu tidaklah benar.
Usman mengungkapkan, data Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan kejahatan narkotika meningkat seiring dengan dilakukannyan eksekusi hukuman mati.
"Alih-alih angka penyalahgunaan narkotika turun setelah adanya eksekusi di tahun 2015, 2016, justru kejahatan malah meningkat," terangnya.
Selain itu, penelitian yang dilakukan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di tahun 1998 dan 2005, juga tak menemukan bukti bahwa vonis hukuman mati akan menurunkan angka kejahatan.
Maka dari itu, bertepatan dengan Hari Anti-Hukuman Mati hari ini, Amnesty International Indonesia mendorong pemerintah mendukung moratorium penggunaan hukuman mati dalam voting ke-7 Sidang Umum PBB, pada Desember mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.