JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 10.679 warga terdampak gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah mengalami luka berat.
Mereka sebagian besar terluka lantaran tertimpa reruntuhan bangunan, terkena timbunan tanah atau lumpur, dan lainnya.
Para korban tersebut, dilayani di 15 rumah sakit, terdiri dari 12 rumah sakit di Kota Palu, 2 rumah sakit di Donggala, dan 1 rumah sakit di Sigi.
Selain itu, 50 unit puskesmas juga difungsikan untuk pelayanan kesehatan korban. Jumlah tersebut terdiri dari 13 Puskesmas di Palu, 19 Puskesmas di Donggala, dan 18 Puskesmas di Sigi.
Sementara untuk pelayanan obat-obatan, difungsikan 11 apotek setempat, yaitu 8 apotek di Palu, dan 3 apotek di Sigi.
"Sebanyak 91 tim kesehatan atau sebanyak 855 orang tenaga kesehatan telah tersebar di semua titik rumah sakit dan puskesmas," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di kantor BNPB, Utan Kayu, Jakarta Timur, Selasa (9/10/2018).
Di rumah sakit dan puskesmas tersebut, dilayani tindakan berupa operasi orthopedi, operasi obgyn, bedah syaraf, hingga operasi bedah umum.
Tak hanya pelayanan untuk korban luka di rumah sakit dan puskesmas, layanan medis juga dikerahkan di titik-titik pengungsian.
Tercatat, hingga Selasa (9/10/2018), ada 82.775 warga mengungsi di sejumlah titik.
Untuk penanganan pengungsi itu, dikerahkan 1.793 orang personil kesehatan, terdiri atas 387 dokter umum, 78 dokter spesialis, 79 bidan, 446 perawat, 16 penata anastesi, 34 farmasi, 84 tenaga medis lainnya dan 669 non medik/paramedik.
Meski demikian, upaya di bidang kesehatan dalam penanggulangan bencana Sulawesi Tengah tetap menemui kendala.
Kendala itu antara lain, pengungsi yang hingga kini masih tersebar dan belum terorganisasi sehingga menyulitkan pengadaan sarana umum seperti MCK, air bersih, fasilitas kesehatan dan lainnya.
Selain itu, akses jalan yang belum terbuka seluruhnya menyebabkan petugas sulit melakukan distribusi logistik.
Sementara, sejumlah pasien di beberapa rumah sakit masih trauma terhadap gempa, sehingga dibutuhkan tenda perawatan untuk pelayanan medis warga di lapangan.
"RS Undata dan RS Madani membutuhkan tenda perawatan karena pasien masih trauma jika dirawat di dalam ruangan. Adanya gempa susulan yang menyebabkan masyarakat trauma dan ketakutan," ujar Sutopo.