JAKARTA, KOMPAS.com - Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani memberikan catatan atas penanganan pasca-gempa dan tsunami di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, pada 28 September 2018.
Menurut dia, dalam penanganan bencana di Sulawesi Tengah, pemerintah tak maksimal dalam melakukan tanggap darurat.
“Kami merasa pemerintah kehilangan standar pelayanan tanggap darurat yang menyebabkan pemerintah seperti putus asa dalam menjalankan pelayanan tanggap darurat itu,” kata Muzani, saat ditemui di Hotel Santika, Depok, Jumat (5/10/2018).
Ia membandingkan saat tsunami Aceh pada 2004 yang menyebabkan korban ratusan ribu dengan wilayah yang sangat luas dan kerusakan sangat besar.
Muzani mengatakan, kala itu pemerintah melakukan tanggap darurat dan berhasil.
Baca juga: H+7, Korban Tewas Gempa dan Tsunami Palu Capai 1.571 Orang
“Penanggulangan cukup cepat dan bagus. Begitu juga ketika gunung meletus di Sinabung (Sumatera Utara) juga sama. Tapi dalam kasus Palu dan Donggala saya merasa pemerintah lambat dalam menangani itu,” kata Muzani.
Menurut dia, sebaiknya pemerintah menggalang bantuan secara nasional untuk Palu dan Donggala.
"Kenapa pemerintah tidak menggalang bantuan secara nasional semisal untuk melakukan mobilisasi bantuan Donggala dan Palu sehingga kita semua bisa bersatu padu. Dan itu yaang diharapkan oleh kita,” kata Muzani.
Baca juga: Upaya Penanganan Dampak Gempa Palu-Donggala Belum Maksimal
“Kita harus menyelamatkan Palu dan Donggala dengan kekayaan yang kita miliki. Karena Donggala dan Palu itu bagian dari kita. Lombok adalah bagian dari kita. Sakit mereka adalah sakit kita. Dan itu yaang kita harapkan,” lanjut Muzani.
Bencana gempa dan tsunami yang melanda sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah menyebabkan ribuan orang meninggal dunia.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jumat (5/10/2018), jumlah korban meninggal mencapai 1.571 orang.
Rinciannya, 1.352 di Kota Palu, 144 orang di Donggala, 62 orang di Kabupaten Sigi, 12 orang di Parigi Moutong, dan 1 orang di Pasangkayu.
.
.
.