JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) membatasi sumber aliran dana kampanye pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Pasangan capres dan cawapres tidak diperbolehkan menerima sumbangan dari pihak yang menggunakan anggaran negara, pihak asing, hingga perusahaan yang sahamnya dimiliki pihak asing.
"Prinsipnya, sumbangan dana kampanye itu dari mana saja, kecuali dari anggaran negara, APBN-APBD, asing, perusahaan yang sahamya dimiliki oleh asing," kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (24/9/2018).
Baca juga: Dana Kampanye Partai Hanya Rp 1 Juta, Ini Penjelasan Perindo
Menurut Pramono, sumber aliran dana kampanye juga harus jelas. Penyumbang harus mengungkap identitasnya, seperti nama, alamat hingga NPWP.
"Yang tidak boleh memberikan sumbangan adalah yang identiasnya tidak lengkap, tidak jelas, jadi misalnya Hamba Allah. Dalam laporan dana kampanye, tidak boleh ada penyumbang Hamba Allah. Harus jelas nama, alamat dan NPWP-nya," tutur Pramono.
Sumber dana pasangan calon presiden dan calon wakil presisen, menurut Pasal 325 ayat 2 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bisa berasal dari tiga pihak, yaitu pasangan calon itu sendiri, dari partai politik pengusung pasangan calon, dan sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.
Baca juga: Fadli Zon: Jokowi Tak Boleh Pakai Pesawat Kepresidenan Saat Kampanye
Dana kampanye yang bisa disumbangkan dari setiap pihak juga telah diatur besarannya dalam pasal 327 ayat (1) dan (2) UU Pemilu.
Undang-undang tersebut membatasi sumbangan dana kampanye perseorangan maksimal Rp 2 miliar 500 juta, sedangkan sumbangan dana kampanye yang berasal dari kelompok, perusahaan, atau badan usaha nonpemerintah tidak boleh melebihi Rp 25 miliar.
Sumbangan dana kampanye itu, harus dicatat dalam rekening khusus dana kampanye, yang mengatasnamakan pasangan calon.