Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herzaky Mahendra Putra
Pemerhati Politik

Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra. Mahasiswa Program Doktoral Unair

Demokrat, AHY, dan Peluang "Rebound" di 2019

Kompas.com - 19/09/2018, 18:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Elektabilitas tinggi AHY bahkan melebihi pencapaian beberapa ketua umum partai dan tokoh-tokoh politik senior yang memiliki jam terbang tinggi di dunia politik.

Prestasi ini pun sempat membuat Prabowo memilih AHY sebagai salah satu kandidat kuat cawapresnya.

Optimisme tinggi pun sempat kembali merebak di kalangan kader Partai Demokrat saat AHY digadang-gadang sebagai calon kuat cawapres Prabowo. Hanya, guratan takdir berkata lain.

Sehari sebelum penutupan pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden, koalisi parpol pengusung Prabowo memutuskan meminang Sandiaga selaku cawapres bagi Prabowo. Prabowo Subianto bersama Sandiaga Salahudin Uno pun bakal bertarung melawan pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam kontestasi Pilpres 2019.

Pertanyaan yang kemudian muncul, dengan kembali tidak ada kader Demokrat yang diusung sebagai capres atau cawapres di Pilpres 2019 laiknya Pilpres 2014, apakah Demokrat memiliki peluang rebound di Pileg 2019? Apalagi, tidak seperti tahun 2014, Pileg 2019 bakal dilaksanakan bersamaan dengan Pilpres 2019, dan atensi publik biasanya cenderung ke capres-cawapres, daripada ke caleg.

Lalu, apakah faktor AHY selaku the rising star di pentas politik nasional bisa memberikan dampak signifikan untuk menaikkan suara Demokrat di 2019? Mari kita ulas.

Tujuan bersama

Untuk bisa rebound, Partai Demokrat memerlukan tujuan jangka panjang bersama di antara para kadernya. Kekecewaan karena kembali tidak memiliki kader yang diusung di Pilpres 2019 laiknya Pilpres 2014, mesti dikapitalisasi ke arah yang positif.

Kegagalan mengusung kader sendiri di antaranya karena aturan ambang batas presiden yang baru diketok pada 2017, minimal 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara nasional. Demokrat saat ini memiliki 10 persen kursi di parlemen.

Untuk bisa mengusung calon presiden sendiri, secara matematis, Demokrat mesti memiliki 15 persen kursi di DPR. Mengapa? Pertama, dengan 15 persen kursi, Demokrat hanya membutuhkan tambahan 5 persen dari partai lain.

Dengan kata lain, Demokrat hanya butuh minimal satu teman koalisi jika ingin mengusung pasangan calon presiden-wakil presiden ke depannya.

Pembagian porsi siapa capres dan cawapres pun bakal berjalan dengan lebih mudah karena satu partai misalnya mengusung kadernya sebagai capres, dan partai lain mengusung kadernya sebagai cawapres.

Berbeda dengan koalisi minimal tiga partai, bakal ada partai yang tidak "kebagian" posisi capres atau cawapres.

Di situasi seperti ini, potensi perpecahan cukup besar di internal koalisi, bahkan kemungkinan ada yang "menyeberang" ke kubu lain.

Kedua, jika memiliki 15 persen kursi parlemen, Demokrat bakal menjadi pemimpin dalam koalisi itu. Dengan demikian, dalam penentuan capres, Demokrat bakal memiliki peran dominan. Posisi inilah yang dinikmati PDI-P dan Gerindra dalam koalisi yang mereka pimpin di Pilpres 2019.

Untuk itulah, target yang diberikan SBY selaku Ketua Umum Partai Demokrat kepada AHY selaku Komandan Kogasma pada Februari 2017, yakni pencapaian suara 15 persen di Pileg 2019, harus ditekankan kembali sebagai tujuan bersama bagi para kader Partai Demokrat.

Dengan pencapaian 15 persen suara di Pileg 2019, sangat memungkinkan bagi Demokrat untuk mengusung kadernya sendiri selaku capres di Pilpres 2024.

Tujuan bersama ini mesti benar-benar digaungkan di internal Partai Demokrat agar para kader benar-benar memahami dan meresapi tentang pentingnya kemenangan di Pileg 2019.

Karena, di Pileg 2019 inilah para kader Demokrat seharusnya memiliki motivasi tinggi untuk berjuang memenangkannya sebagai pijakan menuju 2024.

Jika gagal menempatkan peraihan 15 persen suara di Pileg 2019 sebagai tujuan bersama para kadernya, langkah Demokrat untuk rebound sangatlah berat.

The coattail effect

Istilah yang mendadak populer jelang pendaftaran pasangan calon capres-cawapres periode 2019-2024 adalah the coattail effect. Makna yang sering disampaikan adalah partai yang kadernya menjadi capres atau cawapres bakal mendapatkan efek meningkatnya perolehan suara partai tersebut di pileg.

Ini karena capres dan cawapres bakal menjadi sorotan utama publik dan media, sehingga dengan sendirinya ekspos kepada partai asal capres-cawapres bakal meningkat drastis. Dengan ekspos meningkat, popularitas bakal naik drastis. Dan, diharapkan berujung pada elektabilitas yang ikut terangkat.

Berdasarkan pemahaman di atas, sebagian besar kader Demokrat merasa kecewa karena AHY batal menjadi cawapres Prabowo. Mereka merasa ketinggalan satu langkah dibandingkan Gerindra yang memborong kursi capres-cawapres karena tidak bakal ikut mendapatkan "efek tali ekor jas" untuk Pileg 2019.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com