KOMPAS.com - Peristiwa disobeknya bendera Merah-Putih-Biru milik Belanda di Hotel Yamato Surabaya menjadi sebuah momentum bersejarah. Peristiwa itu menjadi gebrakan arek Surabaya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Indonesia yang sedang mencanangkan pengibaran bendera Merah Putih sebagai bendera nasional marah terhadap pengibaran Belanda di Surabaya.
Akibatnya, terjadilah insiden antara kedua belah pihak. Pemuda Indonesia kemudian bergerak dan mencopot warna biru bendera Belanda, sehingga menjadi bendera Merah Putih.
Peristiwa ini memicu pertempuran antara Arek Surabaya dengan Belanda serta tentara Inggris/Sekutu yang memuncak pada 10 November 1945.
Kini, hotel tersebut masih kokoh berdiri dan tepat menyediakan fasilitas kepada pengunjung yang datang. Berikut kisah dan perjalanannya:
Hotel Yamato yang dikenal ketika peristiwa itu sebenarnya sudah ada sejak zaman pemerintah kolonial Belanda.
Harian Kompas edisi 11 November 2000 menjelaskan, awalnya hotel itu berdiri pada 1910. Arsiteknya merupakan orang Belanda bernama J Afprey, yang mendesain hotel bergaya Colonial Art Nouveau.
Hotel ini berdiri atas inisiasi Lucas Martin Sarkies yang berasal dari keluarga Sarkies. Keluarga ini terkenal sebagai pemilik kerajaan hotel di Asia.
Lucas Martkin Sarkies juga memiliki The Strand Hotel di Myanmar, The Eastern and Oriental Hotel di Penang (Malaysia), dan Hotel Niagara di Lawang (Jawa Timur) pada masanya.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Insiden Hotel Yamato, Pemicu Aksi 10 November 1945
Pada 1936, Oranje Hotel menambahkan bangunan pada bagian depan menjadi lobi dengan gaya Art Deco. Penambahan bagian depan tersebut sepertinya merupakan penambahan terakhir di hotel ini karena sampai hari ini bentuk hotel masih sama.
Pada pertengahan Perang Dunia II (1942), Oranje Hotel diambil alih penjajah Jepang. Mereka menjadikan tempat ini barak militer dan kamp tahanan sementara untuk perempuan dan anak-anak yang akan dipindahkan ke Jawa Tengah.
Oranje Hotel pun akhirnya berubah nama menjadi Hotel Yamato ketika masa itu. Namun,
Ketika masa transisi perpindahan dari Jepang ke Belanda, Hotel Yamato dijadikan sebagai markas RAPWI (Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees) yang merupakan bantuan rehabilitasi untuk tawanan perang, baik itu dari sisa prajurit Jepang maupun Belanda yang ditawan.
Pada 1969 sebuah grup pengusaha lokal membeli hotel ini. Nama hotel kembali berubah menjadi Hotel Majapahit, nama kerajaan kuno yang sangat berjaya pada masa-nya di Indonesia.