Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasca-putusan MA, KPU Khawatir Revisi PKPU Tak Tuntas Sebelum Penetapan DCT

Kompas.com - 17/09/2018, 08:25 WIB
Devina Halim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menyebutkan, proses revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif tidaklah singkat.

Revisi perlu dilakukan setelah Mahkamah Agung (MA) memutuskan aturan terkait larangan mendaftar sebagai caleg bagi eks narapidana kasus korupsi tak sesuai dengan Undang-Undang Pemilu. Adanya putusan itu membuat larangan tersebut perlu direvisi. 

"Begitu putusan Mahkamah Agung keluar, KPU kan tidak serta-merta, ya sudah ini ditindaklanjuti, tidak. Proses putusan itu harus dimasukkan di dalam PKPU kita, maka PKPU-nya harus direvisi," terang Arief di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Minggu (16/9/2018).

KPU, kata Arief, memiliki prosedur merevisi PKPU. Dimulai dari uji publik dan konsultasi dengan DPR dan pemerintah. Setelah itu, KPU memastikan hasil revisi telah sesuai dengan masukan dari putusan MA.

Selanjutnya, proses penetapan oleh KPU dan pengesahan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

"Baru kemudian KPU menetapkan, lalu mengirimkan ke Kemenkumham lalu diundangkan. Anda bayangkan proses itu saja pasti sudah agak lama," terangnya.

Masih ada tahapan selanjutnya setelah PKPU hasil revisi disahkan. Pihak KPU perlu menyosialisasikan peraturan baru tersebut kepada peserta pemilu dan KPU di level provinsi dan kabupaten/kota.

Sebelum proses-proses tersebut, KPU mengatakan berencana menggelar rapat pleno untuk membahas rekomendasi dalam putusan MA itu.

Namun, hingga kemarin, Minggu (16/9/2018), Arief menyatakan pihaknya belum menerima salinan putusan tersebut.

Prosedur-prosedur tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. Berkaca dari hal tersebut, Arief pun pesimistis revisi KPU bisa tuntas sebelum penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) yang jatuh pada 20 Seotember 2018.

"Jadi ini rasa-rasanya tidak terkejar. Kita berharap MA juga cepat memutus ini, dan kalau memang targetnya sebelum tanggal 20 September karena akan ada DCT, maka ada hal yang harus dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa," jelas dia.

Namun, Arief tidak menjelaskan lebih lanjut terkait cara-cara luar biasa apa yang dimaksud.

Baca juga: KPU Segera Putuskan Kemungkinan Revisi PKPU dalam Rapat Pleno

Mahkamah Agung memberi putusan uji materi terhadap pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang memuat larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai calon anggota legislatif (caleg).

Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan UU Pemilu.

Putusan tersebut akan berakibat pada berubahnya status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) bakal caleg napi korupsi menjadi Memenuhi Syarat (MS). Artinya, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk maju sebagai caleg.

Kompas TV Selain itu, KPU masih mempertimbangkan sejumlah hal agar keputusan KPU tak dikritik lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com