JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak merasa menjadi 'pemenang' atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Pasal 4 Ayat 3 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018.
Peraturan tersebut memuat larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai calon legislatif (caleg).
Keluarnya putusan MA menegaskan bahwa larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Tak hanya itu, Titi juga meminta Bawaslu untuk tidak menganggap posisinya lebih unggul dari pada KPU.
Baca juga: Ada Putusan MA, PDI-P Tetap Tak Usung Caleg Eks Koruptor
"Ini tidak boleh dimaknai oleh Bawaslu terutama, seolah-olah kemenangan ya, atau posisi yang lebih unggul dari pada KPU," kata Titi, usai diskusi publik di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (15/9/2018).
Titi meminta, seluruh penyelenggara pemilu, baik KPU, Bawaslu, maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dapat menyikapi putusan MA secara dewasa.
Sebab, hasil uji materi MA merupakan sebuah mekanisme hukum yang harus dijalankan.
Meskipun putusan tersebut membuat KPU nantinya harus merevisi larangan mantan napi korupsi nyaleg yang dimuat PKPU, Titi mengatakan, tak boleh ada satu lembaga yang merasa jumawa atas lembaga lain.
"Jadi, baik KPU, Bawaslu, DKPP, mesti menempatkan putusan MA secara proporsional dan tidak menegasikan eksistensi satu lembaga dengan lembaga lainnya," ujar Titi.
Di samping itu, Titi mengucapkan terima kasih kepada KPU lantaran telah berupaya menyodorkan nama-nama caleg yang bersih dari mantan napi korupsi.
Menurut dia, upaya KPU seharusnya menjadi refleksi bagi pembuat undang-undang bisa menangkap semangat yang sama, yaitu menciptakan pemilu yang bersih.
Baca juga: Jokowi Hormati Keputusan MA soal Eks Koruptor Boleh Nyaleg
"Saya kira sejarah pemilu dan elektoral Indonesia mencatat itikad baik KPU," ujar Titi.
Mahkamah Agung (MA) telah memutus uji materi Pasal 4 Ayat 3 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) pada Kamis (13/9/2018) lalu.
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) bertentangan dengan UU Pemilu.
Putusan tersebut berakibat pada berubahnya status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) bakal caleg napi korupsi menjadi Memenuhi Syarat (MS). Artinya, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk maju sebagai caleg.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.