Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem: Parpol Bohongi Publik jika Ngotot Ajukan Caleg Eks Koruptor

Kompas.com - 15/09/2018, 21:32 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) membatalkan Pasal 4 ayat 3 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 20 tahun 2018 tentang larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai calon legislatif (caleg). Dengan begitu, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk menjadi calon wakil rakyat.

Melihat fenomena tersebut, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyebut seharusnya partai politik mampu menahan pencalonan calegnya yang berstatus mantan napi korupsi.

Sebab, sebelum masa pendaftaran Pileg, seluruh partai politik peserta Pemilu 2019 telah menandatangani pakta integritas yang berisi tidak akan mengajukan caleg mantan napi korupsi.

"Jadi pakta integritas itu ada dua yang ditandatangani. Yang pertama, yang disidorkan oleh Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), yang kedua, pakta integritas yang ada di dalam lampiran PKPU yang sudah ditandatangani di atas materai, punya kekuatan hukum yang sesungguhnya mengikat," kata Titi usai diskusi publik di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (14/9/2018).

Baca juga: Pakar: Putusan MA terhadap PKPU Menjauhkan dari Hukum Progresif

Jika ke depannya partai politik tetap mengajukan caleg mantan napi korupsi, maka, kata Titi, partai telah melakukan kebohongan.

Hal itu juga menjadi sebuah wanprestasi partai telah mengingkari komitmen yang mereka buat sendiri.

"Kan kalau dia menandatangani (pakta integritas), tapi tidak melakukan, artinya melakukan kebohongan. Sudah wanprestasi terhadap komitmen yang dia buat," ujar Titi.

Untuk itu, ia meminta supaya nantinya ada informasi ke publik terkait partai politik yang tetap mengajukan caleg korupsi. Tujuannya supaya masyarakat bisa memberikan penilaian terkait upaya partai dalam memberantas korupsi.

"Partai-partai yang tetap memaksakan ini harus dibuka secara luas kepada masyarakat. Karena menunjukkan minimnya atau tidak adanya komitmen untuk mendukung gerakan pemberantasan korupsi dan menghasilkan caleg-caleg terbaik di dalam Pemilu 2019," tuturnya.

Baca juga: Belum Terima Salinan Putusan MA, KPU Tetap Berpegang pada PKPU

Mahkamah Agung (MA) telah memutus uji materi Pasal 4 ayat 3 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) pada Kamis (13/9/2018) lalu.

Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) bertentangan dengan UU Pemilu.

Putusan tersebut berakibat pada berubahnya status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) bakal caleg napi korupsi menjadi Memenuhi Syarat (MS). Artinya, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk maju sebagai caleg.

Namun demikian, hingga saat ini KPU belum menerima salinan putusan MA. Oleh karenanya, mereka masih berpegang pada PKPU.

Untuk itu, hingga saat ini KPU masih menunggu salinan putusan MA sampai ke pihaknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com