JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung dinilai berperan penting dalam menuntaskan polemik terkait pencalonan anggota legislatif yang berlatarbelakang mantan narapidana kasus korupsi. MA diharapkan menunjukkan progresivitas dalam uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pencalonan Anggota Legislatif.
"Kami mendorong supaya MA kembali menunjukkan progresivitas, karena ini penting untuk pemilu yang berkualitas," ujar pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti dalam diskusi di Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Minggu (9/9/2018).
Menurut Bivitri, MA perlu memikirkan bahwa regulasi tentang pemilu merupakan sesuatu yang mendesak, karena menyangkut pemilu yang berdampak langsung pada masyarakat. MA dinilai perlu melihat kondisi sosial di mana angka korupsi semakin meningkat, sementara sistem pemilu yang belum sempurna.
Baca juga: Bawaslu Dinilai Ambil Alih Fungsi MA soal PKPU Caleg Eks Napi Koruptor
MA diharapkan berperan dalam mencegah mantan koruptor, mantan bandar narkoba atau pelaku kejahatan seksual terpilih menjadi anggota legislatif yang mewakili kepentingan publik.
Menurut Bivitri, MA pernah beberapa kali menunjukkan progresivitas. Misalnya, MA pernah membuat peraturan soal tata cara memeriksa korban kekerasan seksual di pengadilan. MA mengeluarkan peraturan tanpa menunggu disahkannya undang-undang penghapusan kekerasan seksual yang berlarut-larut.
Terobosan hukum
Dosen hukum tata negara Universitas Andalas Charles Simabura juga berpendapat serupa. Menurut dia, MA bisa melakukan terobosan hukum dalam memutus uji materi PKPU tersebut.
Menurut Charles, MA bisa menegasikan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang mengatur bahwa MA tidak bisa memproses pengajuan aturan di bawah undang-undang terkait yang sedang diuji di MK.
Adapun, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum saat ini sedang diajukan uji materi di MK.
Baca juga: KPU Yakin Parpol Akan Coret Bakal Caleg Eks Koruptor
Menurut Charles, Undang-Undang tentang Pemilihan Umum bisa dianggap sebagai undang-undang khusus (lex specialis). Sementara, bunyi Pasal 55 Undang-Undang MK dinilai berlaku untuk undang-undang yang bersifat umum.
Adapun, Pasal 76 ayat 4 UU Pemilu mengatur bahwa MA memutus gugatan PKPU selama 30 hari setelah diajukan.
"Bagi saya itu lex specialis. Artinya, Pasal 55 yang didalilkan MK itu generalis," kata Charles.
Menurut Charles, dengan melakukan terobosan hukum, MA bisa memberikan kepastian hukum bagi pencari keadilan. Selain itu, MA dianggap membantu kelancaran pemilu yang tahapannya terus berjalan
+{gt5 v
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.