JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menuturkan, hingga saat ini pihaknya sudah memeriksa sejumlah kepala daerah dan pejabat daerah dalam kasus dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada Rancangan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2018.
"Kepala daerah ada sekitar tujuh yang sudah diagendakan pemeriksaan. Dan ada sekitar empat daerah lain yang pejabatnya dan PNS-nya sudah di periksa. Jadi ada sekitar 11 daerah yang sedang kami dalami saat ini proses penganggarannya seperti apa," kata Febri di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/8/2018).
KPK, kata Febri, menduga penerimaan suap pejabat nonaktif Kementerian Keuangan Yaya Purnomo seperti emas, kendaraan dan hal lainnya tak hanya berasal dari satu sumber.
"Kami menduga ada sumber-sumber dana pembelian batangan emas atau kendaraan atau penerimaan lain yang diterima oleh YP (Yaya) itu tidak berasal dari satu sumber saja sehingga kami perlu menggali lebih jauh informasi ini pada sejumlah pihak," kata dia.
KPK juga telah memeriksa sejumlah pejabat Kemenkeu. Menurut Febri, KPK turut mendalami bagaimana alur atau proses penganggaran dana perimbangan keuangan daerah berlangsung.
Hal ini guna melihat lebih jauh peranan tersangka Yaya Purnomo terkait usulan dana tersebut.
"Dan sejauh mana proses-proses tersebut melibatkan pihak eksternal, apakah di tahap awal sudah dilibatkan pihak eksternal dalam hal ini misalnya kepala daerah, ataupun legislatif dari DPR RI tentu itu perlu diketahui penyidik," kata Febri.
Baca juga: Kasus RAPBN-P, KPK Panggil Wali Kota Balikpapan
Dalam kasus ini, KPK menetapkan anggota DPR Komisi XI Amin Santono dan pejabat nonaktif Kemenkeu Yaya Purnomo sebagai tersangka terkait dengan penerimaan hadiah atau janji terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018.
Selain Amin dan Yaya, KPK juga menetapkan dua orang sebagai tersangka yaitu Eka Kamaludin dan Ahmad Ghiast. Eka diketahui merupakan pihak swasta yang berperan sebagai perantara.
Adapun, Ahmad berstatus sebagai swasta atau kontraktor. Ahmad diduga sebagai pemberi uang.