JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo akan kembali berkunjung ke Lombok, Nusa Tenggara Barat dalam waktu dekat.
Jokowi akan memantau langsung pembangunan rumah warga pascagempa.
Jokowi mengatakan, saat ini pemerintah masih menyelesaikan proses administrasi untuk kembali membangun rumah yang mengalami rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan.
"Ini menyangkut prosedur, sehingga nantinya kalau sudah selesai dan jumlah yang banyak, mungkin saya akan datang ke Lombok. Mungkin minggu ini atau minggu depan," kata Jokowi kepada wartawan di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (23/8/2018).
Baca juga: Presiden Jokowi Teken Inpres Penanganan Gempa Lombok
Jokowi berharap, jika rumah-rumah warga sudah terbangun kembali, akan ada pergerakan ekonomi di Lombok.
Oleh karena itu, Jokowi ingin proses pembangunan rumah warga ini dikebut.
"Tapi kita harus ingat bahwa masih ada gempa-gempa susulan yang terjadi seperti tadi malam juga masih terjadi gempa susulan yang cukup besar," tambah Jokowi.
Baca juga: JK Ungkap Alasan Utama Pemerintah Tak Tetapkan Gempa Lombok Jadi Bencana Nasional
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga mengaku sudah menandatangani Inpres terkait penanganan gempa Lombok.
Dengan Inpres ini, menurut Jokowi, setiap kementerian dan lembaga yang membantu penanganan gempa Lombok sudah mempunyai payung hukum.
Presiden Jokowi sebelumnya sudah dua kali mengunjungi Lombok sejak gempa pertama melanda wilayah itu pada 29 Juli lalu.
Baca juga: Bantah Fahri Hamzah, Pemerintah Tegaskan Tak Lepas Tangan Bencana Gempa NTB
Kunjungan pertama dilakukan pada 30 Juli atau sehari pascagempa pertama. Kunjungan selanjutnya dilakukan pada 13 Agustus lalu.
Hingga Selasa (21/8/2018), BNPB mencatat sudah terjadi 1.005 kali gempa susulan di Lombok.
Menurut BNPB, jumlah korban jiwa mencapai 515 orang dan korban luka-luka 7.145 orang. Sementara jumlah pengungsi mencapai 431.416 orang.
Rumah rusak mencapai 73.843 unit dan 798 fasilitias umum dan sosial mengalami kerusakan. BNPB memperkirakan kerugian akibat gempa di Lombok mencapai Rp 7,7 triliun.