Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eva Kusuma Sundari
Ketua Kaukus Pancasila

Ketua Kaukus Pancasila, Koordinator Institut Sarinah

Politik Merangkul PDI Perjuangan dan Jokowi

Kompas.com - 10/08/2018, 14:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEPERTI Sukarno, Joko Widodo (Jokowi) terlalu mencintai rakyat dan tidak ingin NKRI terbelah.

Saking cintanya pada Indonesia dan demi persatuan bangsa, misalnya, Sukarno bahkan menolak melawan Suharto—sekalipun dimungkinkan oleh dukungan rakyat—saat dilengserkan pada akhir kekuasaannya.

Jokowi pun tak beda. Hal ini bisa dilihat antara lain saat Jokowi berpidato di Sentul pada Sabtu (4/8/2018).

Salah satu pernyataan Jokowi, “Jangan bangun permusuhan, jangan membangun ujaran kebencian, jangan membangun fitnah-fitnah, tidak usah mencela, tidak usah suka menjelekkan orang. Tapi kalau diajak berantem juga berani.” Jokowi mengajak bersatu dan berantem hanya untuk mempertahankan diri.

Jokowi juga mengikuti Sukarno soal asumsi perlunya persatuan, sebelum dan setelah kemerdekaan. Ini penting mengingat bahwa bangsa ini mempunyai semua syarat untuk pecah, baik dari aspek SARA maupun dari aspek geografisnya yang berbentuk negara kepulauan.

Namun yang lebih penting, persatuan atau dukungan yang kuat diperlukan demi mendukung pelaksanaan strategi TriSakti untuk menjalankan Nawacita II. Oleh karenanya, bukan sekadar bisa menambah suara untuk memenangkan pilpres, Jokowi juga harus bisa membentuk pemerintahan yang kuat (strong government) setelah memenangkan pilpres.

PDI Perjuangan jauh hari telah memulai kerja untuk membentuk koalisi besar dengan membuka pintu lebar bagi semua partai politik demi mendukung Presiden Jokowi.

Selain menyiapkan platform pembangunan Nawacita II, PDI Perjuangan juga aktif mengondisikan pembentukan koalisi besar, yang syaratnya termasuk dengan merelatifkan dan bahkan mentransformasikan kepentingan-kepentingan subyektif partai.

Sebagai konsekuensi ideologi partai yang merangkul semua golongan ke dalam satu rumah besar Pancasila, PDI Perjuangan harus bekerja untuk menjahit keterbelahan atau polarisasi dalam masyarakat.

PDI Perjuangan harus membuka pikiran, hati, dan kehendak untuk merangkul sebanyak mungkin para pihak yang "berseberangan", untuk diajak dialog dan bekerja sama (kolaborasi) menuju tujuan yang sama.

Sebagaimana sudah ditunjukkan oleh tim bola Prancis di Piala Dunia 2018, PDI Perjuangan juga meyakini bahwa keberagaman itu sumber kekuatan, kreativitas, inovasi, dan kecerdasan-kecerdasan baru.

PDI Perjuangan berusaha semaksimal mungkin mengakomodasi keberagaman (multikultural) dalam berpolitik yang tentu sepakat dengan platform partai yaitu Pancasila.

Akomodasi keberagaman ini sudah dimulai dengan kebijakan dalam penyusunan daftar calon legislatif (caleg) yang mengejutkan banyak orang termasuk para kader di internal PDI Perjuangan.

Misalnya, tiba-tiba ada banyak wajah baru dari kalangan tokoh dan aktivis Islam mengisi daftar caleg DPR RI secara merata di semua dapil.

PDI Perjuangan paham bahwa fakta baru berupa meroketnya kesadaran beragama global— termasuk di Indonesia—harus direspons secara positif. Daripada mereka terbajak oleh diskursus paham pro-intoleransi, demi NKRI mereka diwadahi dalam Bamusi yang mempromosikan pro-toleransi dan kebangsaan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com