Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengurus Parpol Dinilai Akan Sulit Akali KPU untuk Jadi Anggota DPD

Kompas.com - 28/07/2018, 20:12 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Kepala Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti, yakin pengurus partai politik tidak akan mengakali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 untuk maju sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah.

Diketahui, melalui putusan itu, pengurus partai politik tak diperbolehkan mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPD RI. Apabila tetap ingin mendaftarkan diri, maka yang bersangkutan harus mundur terlebih dahulu dari partai politik.

"Saya kira KPU sudah membuat draf peraturan teknisnya. Jadi, kalau mau diakal-akali saya kira sangat sulit," ujar Bivitri saat dijumpai di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/7/2018).

"Karena nanti ada dokumen tambahan (pengunduran diri sebagai pengurus parpol) yang harus disampaikan dan ada materainya," ucap Bivitri.

Kini, Bivitri mendorong agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menerbitkan peraturan teknis terkait putusan MK itu.

"Yang harus dilakukan KPU kini membuat aturan teknisnya. Kalau undang-undangnya, tidak perlu diubah lagi. Karena putusan MK itu setara undang-undang. Jadi KPU tinggal bikin aturan teknisnya," ujar dia.

Baca juga: "Bukan Rahasia Lagi Kalau DPD Dikuasai Partai Politik"

Pengurus partai politik yang sudah terlanjur mendaftarkan diri ke KPU sebagai calon anggota DPD RI juga harus mempersiapkan syarat baru tersebut apabila tetap ingin maju.

"Atau kalau memang tidak ada dokumen bahwa yang bersangkutan sudah mundur dari kepengurusan parpol, maka namanya akan dicoret, atau dia mundur saja dari pencalonan," ujar Bivitri.

Sebelumnya, Juru Bicara MK Fajar Laksono Soeroso menyatakan, putusan MK mengenai pelarangan pengurus partai mendaftar sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI telah berdasarkan koridor hukum dan konstitusi.

Baca juga: KPU Minta Calon Anggota DPD Lengkapi Surat Pernyataan Mundur dari Pengurus Parpol

Fajar menegaskan bahwa putusan tersebut tidak ada muatan politis sama sekali.

"Kalau bermuatan politis dalam arti MK punya kepentingan politik praktis, tentu tidak. Tak ada alasan untuk itu. Di mana letak muatan politis itu? Tapi bahwa putusan MK ini akan berdampak politis, tentu iya, apalagi di tahun politik seperti sekarang," ujar Fajar saat dihubungi, Selasa (24/7/2018) malam.

Fajar mengatakan, justru melalui putusan ini, MK mengembalikan hakikat keberadaan DPD RI sebagai representasi daerah atau teritori sebagaimana desain ketatanegaraan yang dikehendaki oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Gugatan tersebut diajukan warga negara bernama Muhammad Hafidz pada April 2018, dan diputus pada 23 Juli 2018. Hafidz memohon MK menguji materi Pasal 182 huruf l Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD 1945.

Kompas TV Mahkamah Konstitusi melarang pengurus parpol untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com