Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temuan BPK Rp 2 Triliun Jadi Nihil setelah Diperiksa Konsultan yang Ditunjuk BPPN

Kompas.com - 26/07/2018, 16:14 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com -Pemeriksaan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap kinerja Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tahun 2006, menemukan adanya kekurangan Rp 2 triliun dalam aset yang diserahkan salah satu obligor.

Obligor yang dimaksud adalah Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Namun, temuan itu dianggap tidak ada setelah BPPN menugaskan konsultan asing untuk mengaudit ulang penyerahan aset.

Hal itu dikatakan auditor BPK Arief Agus saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (26/7/2018). Arief bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung.

"Kami merujuk ke laporan sebelumnya, di mana pada waktu perhitungan ulang oleh tim pada saat itu, ada kekurangan," ujar Arief kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baca juga: Pengacara Sjamsul Nursalim Sebut Kasus BLBI Selalu Diributkan Jelang Ganti Pemerintahan

Menurut Arief, BPK awalnya mengaudit jumlah kewajiban pemegang saham BDNI yang seharusnya berjumlah Rp 28 triliun. Namun, dalam audit BPK hanya menemukan Rp 25 triliun.

Saat itu, BPK meminta tanggapan BPPN soal temuan kekurangan itu. Kemudian, BPPN menugaskan jasa konsultan keuangan Ernst and Young (EY) untuk memeriksa. Hasilnya, tidak ada kekurangan dalam penyerahan aset BDNI.

Jaksa KPK I Wayan Riana sempat menanyakan, mengapa BPK langsung menerima hasil pemeriksaan EY soal temuan kekurangan Rp 2 triliun. Namun, Arief tak menjawab dengan tegas alasannya.

Baca juga: Otto Hasibuan: Bagi Saya Sjamsul Nursalim Tidak Butuh SKL BLBI

"Karena akhirnya kami merujuk ke angka itu. Kami menerima angka yang dikeluarkan EY karena mereka bisa berargumentasi," kata Arief.

Dalam persidangan, terungkap bahwa jasa konsultan EY yang ditunjuk oleh BPPN, dibayar oleh pihak Sjamsul Nursalim.

Dalam kasus ini, Syafruddin didakwa merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada BDNI.

Baca juga: Menurut Boediono, Megawati Tak Salah Terbitkan Inpres untuk Penerima BLBI

Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.

Menurut jaksa, Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.

Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan (misrepresentasi) dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN.

Kompas TV Uang senilai Rp 87 miliar merupakan pelunasan uang pengganti atas vonis yang telah dijatuhkan terhadap Samadikun Hartono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com