JAKARTA, KOMPAS.com-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setidaknya menetapkan enam calon kepala daerah sebelum mereka bersaing dalam pemilihan kepala daerah serentak pada 27 Juni 2018. Namun, pada kenyataannya ada dua calon kepala daerah yang sudah berstatus tersangka tetap memeroleh keunggulan suara di daerah pemilihannya.
Dua calon kepala daerah itu yakni, Syahri Mulyo di Kabupaten Tulungagung dan Ahmad Hidayat Mus di Provinsi Maluku Utara.
Syahri Mulyo.
Syahri Mulyo yang merupakan petahana sementara unggul atas pesaingnya, Margiono yang berpasangan dengan Eko Prisdianto, di Pilkada Tulungagung.
Pasangan Syahri Mulyo-Maryoto Bhirowo yang diusung PDI Perjuangan dan Nasdem ini meraih 61,1 persen suara hasil real count berdasarkan hitungan Komisi Pemilihan Umum Tulungagung, maupun Desk Pilkada Pemkab Tulungagung.
Syahri Mulyo ditetapkan sebagai tersangka pada 8 Juni 2018. Syahri diduga menerima suap dari kontraktor Susilo Prabowo.
Baca juga: Pilkada Serentak 2018, 52 Pidana Pemilu Sudah Divonis Pengadilan
Di Tulungagung, Susilo diduga memberikan hadiah atau janji sebesar Rp 1 miliar kepada Syahri melalui pihak swasta Agung Prayitno.
Diduga pemberian tersebut terkait fee proyek-proyek pembangunan infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulungagung. Saat ini, Syahri ditahan di Rumah Tahanan KPK.
Ahmad Hidayat Mus.
Ahmad Hidayat Mus memenangi Pemilihan Gubernur Maluku Utara 2018 versi hitung cepat. Ahmad yakin akan tetap dilantik jika nantinya hasil resmi telah keluar dari KPU.
Ahmad Hidayat Mus-Rivai Umar merupakan pasangan yang diusung Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pasangan calon nomor urut 1 ini meraih 120.015 suara atau 28,76 persen.
Sebelumnya, pada Maret 2018 lalu, Ahmad ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK selaku Bupati Kepulauan Sula periode 2005-2010. Selain Ahmad, KPK juga menetapkan Zainal Mus selaku Ketua DPRD Kepulauan Sula periode 2009-2014 sebagai tersangka.
Baca juga: MK Terima 42 Permohonan Sengketa Hasil Pilkada Serentak 2018
Keduanya disangka melakukan korupsi terkait pembebasan lahan Bandara Bobong pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kepulauan Sula tahun 2009. Hal itu diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 3,4 miliar.
Pada 2 Juli 2018, KPK menahan Ahmad sesuai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Gedung KPK.