JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira mengatakan Joko Widodo tidak perlu tergesa-gesa mengumumkan siapa yang akan dijadikan calon wakil presiden dalam pemilihan presiden 2019 mendatang.
Hal ini karena Jokowi dianggap selangkah lebih maju dengan melakukan 'pemanasan' menjelang pertarungan untuk memperebutkan kursi RI-1. Sementara kelompok politik lawan dinilainya belum melakukannya.
"Pak Jokowi sekarang ini sudah pemanasan di lapangan, tapi yang lain masih teriak-teriak dari luar lapangan. Kalau begitu, buat apa umumkan cawapres, sementara yang lain kita belum tahu mau usung siapa, apalagi cawapresnya siapa," ujar Andreas dalam acara diskusi di bilangan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (4/7/2018).
"Jadi, tidak perlu 'pagi-pagi' mengumumkan cawapres. Karena kita sendiri perlu tahu dulu lawannya siapa ya. Jangan sudah pasang tim, padahal belum tahu lawannya siapa. Ya jangan keluarin dulu," lanjut dia.
Baca juga: Berkaca dari Pilkada, PPP Ingin Cawapres Jokowi dari Kalangan Santri
Oleh sebab itu, Andreas mengatakan, cawapres Jokowi akan diumumkan apabila lawan sudah menunjukkan diri beserta cawapresnya.
"Tunggu lihat. Pak Prabowo sudah mau mengusung atau belum? Kita lihat saja nanti. Jangan-jangan nanti Pak Jokowi (maju) sendirian kan," lanjut dia.
Ketika ditanya soal siapa sosok yang akan menjadi cawapres Jokowi, Andreas menolak menjawabnya. Apabila saat ini beredar nama-nama tersebut, Andreas juga memastikan bahwa itu adalah spekulasi semata.
Sebelumnya, Politikus Partai Gerindra Wihadi Wiyanto mengatakan, Pilkada 2018 menunjukkan bahwa kekuatan oposisi dan poros ketiga semakin berkembang. Ini sangat penting bagi oposisi untuk memenangkan pemilu presiden 2019.
Baca juga: Klaim Didukung NU, Cak Imin Makin Percaya Diri Jadi Cawapres Jokowi
"Iya, kekuatan oposisi berkembang dan masih akan terus berkembang. Kekuatan poros ketiga ini juga terus berkembang," ujar Wihadi dalam acara diskusi di bilangan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (3/7/2018).
Pilkada Jawa Barat sebagai lumbung suara terbanyak misalnya. Meskipun Gerindra boleh dibilang 'terlambat' mengusung Sudrajat-Ahmad Syaikhu, apalagi elektabilitas menurut hasil survei rendah, namun nyatanya pasangan bertajuk 'Asyik' itu mampu menempati urutan kedua perolehan suara terbanyak versi hitung cepat.
"Lagipula kan quick count bisa berubah. Bisa-bisa 'Asyik' yang menang, karena memang belum selesai hitung KPU kan," ujar dia.
Di Jawa Tengah juga hampir mirip. Bedanya, Jateng dikenal sebagai lumbung suara PDI Perjuangan. Namun, dalam hitung cepat, pasangan Sudirman Said - Ida Fauziyah yang diusung partainya juga mampu menembus suara lebih dari 42 persen, lagi-lagi di luar prediksi lembaga survei sebelumnya.