JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Sahat Sinurat menuturkan, dalam proses pencarian dan pertolongan pertama tenggelamnya Kapal Motor Sinar Bangun di Sumatera Utara menjadi prioritas semua pihak, baik Pemerintah, Basarnas, Polisi, dan TNI.
Menurut Sahat, ada peralatan pertolongan yang memadai, seperti banyaknya kapal milik perusahaan, individu, maupun instansi di kawasan Danau Toba.
Bahkan, kata Sahat, juga ada beberapa helikopter yang ditempatkan di Sumatera Utara, baik milik Polri, TNI, Basarnas, juga milik beberapa individu dan perusahaan swasta di sekitar Danau Toba. Namun, semua fasilitas itu tak dikerahkan secara maksimal.
“Helikopter ini di hari pertama musibah penyelamatan waktu sangat-sangat penting dan diutamakan, kenapa enggak bisa langsung diturunkan?” ujar Sahat saat ditemui di Kantor Pusat Pengurus GMKI, Jakarta, Jumat (23/6/2018).
Baca juga: KM Sinar Bangun Tak Miliki Manifes dan Surat Izin Berlayar
“Bahwa ketika ada orang-orang yang mengetahui kejadian kecelakaan, tetapi kemudian tidak ikut melakukan tindakan penyelamatan itu bisa dikenakan tuntutan pidana,” Sahat menambahkan.
Ia juga mengatakan, kecelakaan seperti ini bisa dihindari jika pengelola mematuhi aturan pelayaran, seperti yang tertuang dalam UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Sahat juga memberikan catatan kritis mengenai amanat dalam pasal 5 UU Nomor 17 Tahun 2008 tersebut belum sepenuhnya dijalankan oleh pemerintah. Menurut Sahat, pengawasan dalam kelayakan angkutan laut masih rendah, sehingga kerap terjadi kecelakaan kapal karena kelebihan muatan.
“Jangan-jangan sistem pelayaran dan kapal-kapal yang sama ternyata tidak hanya terjadi di Danau Toba tetapi di wilayah lain di Indonesia,” kata dia.
Baca juga: Basarnas: Korban Hilang Diduga Terjebak di Dalam Badan KM Sinar Bangun
Lebih lanjut, Sahat menilai insiden ini menjadi pelajaran yang berharga bagi seluruh pihak terkait keselamatan pelayaran.
“Nah ini menjadi pembelajaran kita semua yang namanya terjadi kecelakaan apalagi di air tentu waktu sangat berharga beda kalau di darat itu ada kesempatan orang bisa survival,” ujar Sahat.
Secara terpisah, Ketua Bidang Media Komunikasi PP GMKI Jumady Sinaga mengungkapkan, kondisi muatan yang overload sudah sering dilakukan oleh nakhoda di Danau Toba dan bukan hanya sekali ini saja.
“Hal itu (overload) diketahui oleh dinas perhubungan setiap kali kapal motor akan berlabuh terkhusus jadwal pasar di Samosir," kata Jumady yang merupakan putra asli Samosir.
Apabila hal ini terjadi lagi, kata Jumady, berarti ada yang harus dipidana karena adanya pembiaran muatan overload.