Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/06/2018, 12:12 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo telah melanggar tiga peraturan dalam penunjukkan Komisaris Jenderal Pol Mochamad Iriawan sebagai penjabat Gubernur Jawa Barat.

Pertama, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Pasal 28 ayat 1 memerintahkan Polri bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

Selain itu, menurut Fadli, dalam Pasal 28 ayat 3, disebut bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Baca juga: Mendagri Diminta Tinjau Ulang Penunjukan Komjen Iriawan sebagai PJ Gubernur Jabar

"Rambu ini sangat tegas. Rambu ini juga menjadi bagian dari spirit reformasi yang telah ditegaskan oleh konstitusi pasca amandemen," ujar Fadli dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (19/6/2018).

Kedua, menurut Fadli, Mendagri telah melanggar Undang-undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Menurut undang-undang tersebut, untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, maka diangkat penjabat yang berasal dari jabatan pemimpin tinggi madya.

Baca juga: Iriawan: Sebagai Putra Daerah, Apa Mungkin Saya Coreng Muka Sendiri?

Meski demikian, menurut Fadli, jabatan pemimpin tinggi madya yang dimaksud ada batasannya, yaitu pejabat aparatur sipil negara (ASN).

Fadli mengatakan, gubernur adalah jabatan sipil, sehingga tak dibenarkan polisi aktif menduduki jabatan tersebut.

Ketiga, Tjahjo dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Menurut Fadli, dalam Pasal 20 ayat 3, disebutkan bahwa pengisian jabatan ASN tertentu bisa berasal dari prajurit TNI atau anggota Polri.

Baca juga: Kompolnas Minta Polemik Iriawan Disikapi dengan Bijaksana

"Namun, ketentuan itu ada batasnya, yaitu hanya bisa dilaksanakan pada instansi pusat saja.  Sementara, gubernur ini kan pejabat pemerintah daerah," kata Fadli.

Selain itu, menurut Fadli, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil menegaskan bahwa prajurit TNI dan Polri yang kompetensinya dibutuhkan untuk pengisian jabatan pimpinan di luar instansi pusat, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri terlebih dahulu dari dinas aktif.

"Ini tak boleh dibiarkan. Negara tidak boleh dikelola seenak selera penguasa," kata Fadli.

Baca juga: Mendagri Diminta Tinjau Ulang Penunjukan Komjen Iriawan sebagai PJ Gubernur Jabar

Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo resmi melantik Iriawan sebagai penjabat gubernur. Iriawan mengisi jabatan sementara karena Ahmad Heryawan telah selesai menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat definitif.

Namun, sejumlah kalangan termasuk Fadli Zon mengkritik kebijakan itu. Pasalnya, wacana Kementerian Dalam Negeri melantik Iriawan sudah muncul sejak Januari 2018. Wacana itu kemudian menimbulkan kontroversi publik.

Kemudian pada 20 Februari 2018, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan menyatakan bahwa wacana itu ditarik kembali.

Kompas TV Fadli menganggap, pelantikan ini menjatuhkan kredibilitas pemerintah.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

900 Petugas Haji Ikut Bimtek, Beda Pola dengan Tahun Lalu

900 Petugas Haji Ikut Bimtek, Beda Pola dengan Tahun Lalu

Nasional
Proses Sengketa Pemilu Berlangsung Jelang Lebaran, Pegawai MK Disumpah Tak Boleh Terima Apa Pun

Proses Sengketa Pemilu Berlangsung Jelang Lebaran, Pegawai MK Disumpah Tak Boleh Terima Apa Pun

Nasional
Budi Arie Mengaku Belum Dengar Keinginan Jokowi Ingin Masuk Golkar

Budi Arie Mengaku Belum Dengar Keinginan Jokowi Ingin Masuk Golkar

Nasional
PKB Ingin Hasil Pemilu 2024 Diumumkan Malam Ini

PKB Ingin Hasil Pemilu 2024 Diumumkan Malam Ini

Nasional
Hasto Bilang Suara Ganjar-Mahfud Mestinya 33 Persen, Ketum Projo: Halusinasi

Hasto Bilang Suara Ganjar-Mahfud Mestinya 33 Persen, Ketum Projo: Halusinasi

Nasional
KPK Duga Pelaku Korupsi di PT PLN Rekayasa Anggaran dan Pemenang Lelang

KPK Duga Pelaku Korupsi di PT PLN Rekayasa Anggaran dan Pemenang Lelang

Nasional
Prabowo-Gibran Menang di Jawa Barat, Raih 16,8 Juta Suara

Prabowo-Gibran Menang di Jawa Barat, Raih 16,8 Juta Suara

Nasional
KPK Usut Perkara Baru di PLN Unit Sumatera Bagian Selatan Terkait PLTU Bukit Asam

KPK Usut Perkara Baru di PLN Unit Sumatera Bagian Selatan Terkait PLTU Bukit Asam

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Data Aman meski Sirekap Terhubung Server Luar Negeri

Menko Polhukam Pastikan Data Aman meski Sirekap Terhubung Server Luar Negeri

Nasional
Soal Maksud Jokowi Panggil 2 Menteri PKB, Budi Arie: Kita Perlu Persatuan

Soal Maksud Jokowi Panggil 2 Menteri PKB, Budi Arie: Kita Perlu Persatuan

Nasional
MER-C Indonesia Kirim 11 Relawan Medis ke Gaza

MER-C Indonesia Kirim 11 Relawan Medis ke Gaza

Nasional
Projo Bilang Kaesang dan Erina Tak Maju Pilkada 2024

Projo Bilang Kaesang dan Erina Tak Maju Pilkada 2024

Nasional
Dapat Restu Jokowi, Sekretaris Pribadi Iriana Maju Pilwalkot Bogor 2024

Dapat Restu Jokowi, Sekretaris Pribadi Iriana Maju Pilwalkot Bogor 2024

Nasional
Rapat dengan DPR, Risma Dicecar soal Banjir Bansos Jelang Pencoblosan

Rapat dengan DPR, Risma Dicecar soal Banjir Bansos Jelang Pencoblosan

Nasional
Tiga Anak Mantan Presiden Raup Suara Besar di Pileg: Trah Soekarno, Soeharto, dan SBY

Tiga Anak Mantan Presiden Raup Suara Besar di Pileg: Trah Soekarno, Soeharto, dan SBY

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com