JAKARTA, KOMPAS.com - Setiap masa punya kisahnya sendiri. Di era digital, kisah mudik semakin beragam, karena setiap orang bisa berbagi kisahnya tentang perjuangan kembali ke kampung halaman.
Di masa lalu, perjuangan dan kisah para perantau untuk pulang mudik beda lagi.
Salah satunya, kisah berikut, yang diberitakan Harian Kompas, 12 April 1990.
Kala itu, para mahasiswa di Bandung, Jawa Barat, banyak yang mendatangi Pegadaian menjelang Lebaran tiba.
Kedatangan para mahasiswa ini untuk menggadaikan berbagai barang yang mereka miliki untuk mendapatkan biaya pulang ke kampung halaman.
Baca juga: Kima, Perempuan yang Mudik Naik Vespa Tua dari Tangerang ke Lampung
Barang-barang yang digadaikan merupakan barang yang sebenarnya berperan untuk kelancaran studi mereka. Misalnya, sepeda motor, mesin ketik, radio, dan tape recorder.
Setelah kembali dari kampung halaman, biasanya para mahasiswa ini langsung melunasi pinjamannya untuk "menebus" barang yang telah digadaikan.
Wesel pos telat
Alasan para mahasiswa ini menggadaikan barang-barang tersebut karena kesulitan keuangan.
Salah satu alasannya, kiriman uang melalui wesel pos terlambat.
Bahkan, ada yang menggadaikan mesin "tik" nya demi pinjaman sebesar Rp 60.000, karena sudah dua tahun tidak mudik untuk merayakan Lebaran bersama keluarga.
Masyarakat lebih memilih menggadaikan barang ke pegadaian dibandingkan ke renternir, karena bunga yang dikenakan oleh pegadaian lebih rendah.
Saat itu, bunga yang ditetapkan oleh pegadaian untuk pinjaman sebesar Rp 2.500 hingga Rp 40.000 adalah tiga persen.
Baca juga: Mudik dengan Helikopter Banyak Diminati Pemudik ke Bandung
Sedangkan untuk pinjaman sebesar Rp 40.500 hingga Rp 500.000, dikenai bunga empat persen.
Jangka waktu pelunasanpun terhitung lama, yakni tujuh bulan untuk pinjaman dibawah Rp 40.000.
Untuk pinjaman di atas Rp 40.000, diberikan jangka waktu pelunasan selama empat bulan, namun bunga dihitung sampai bulan ketiga.
Jika waktu pelunasan melebihi dua bulan, terpaksa barang yang menjadi jaminan akan dilelang.
Tercatat, pada Maret 1990, jumlah peminjam mencapai Rp 133.000.000, dengan pelunasan mencapai Rp 140.000.000 sebulan.