JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid menilai kebijakan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi PNS di daerah menimbulkan kegaduhan.
Hal itu, kata dia, terlihat dari protes yang dilayangkan sejumlah kepala daerah, salah satunya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Ia mengatakan semestinya pemerintah mengkaji terlebih dahulu kebijakan tersebut, sebab tak mudah bagi kepala daerah menganggarkan THR bagi PNS tanpa perencanaan.
Hidayat mengatakan kepala daerah harus berkomunikasi dengan DPRD terlebih dahulu untuk menganggarkan mata anggaran.
Baca juga: Soal THR PNS Pemda, Jokowi Sebut Sudah Tak Ada Masalah Lagi
Ia khawatir jika DPRD tak menyetujui, nantinya PNS memandang kepala daerah di tempatnya tak adil lantaran tak memberikan THR. Padahal, lanjut Hidayat, proses penganggaran memang tidak mudah.
"Kasihan nanti para kepala daerah yang dihujat oleh PNS dan para penerima THR karena mengira daerahnya tidak melaksanakan perintah pusat. Kasihan juga daerah, sebagian bisa melaksanakan, sebagian tidak, kan tidak ada keadilan sosial bagi rekan-rekan kita," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (8/6/2018).
Ia meminta pemerintah sebaiknya tak mengulangi kebijakan THR bagi PNS di daerah yang sangat mendadak.
Hidayat mengatakan kebijakan tersebut menunjukan lemahnya koordinasi pemerintah pusat dan daerah dalam penganggaran.
"Anggaran belanja negara kan tak ujug-ujug, tapi dibahas terlebih dulu, dimasukan dalam rancangan anggaran belanja lalu dibahas dengan DPRD, disetujui, kemudian dilakukan," ujar Hidayat
"Ternyata banyak kepala daerah yang keberatan dan merasa tak mampu anggaran belanja daerahnya. Ini menandakan lagi-lagi tentang administrasi dan koordinasi pengelolaan bernegara yg tak bagus," lanjut dia.
Baca juga: Pimpinan Komisi II Sebut Kebijakan THR PNS Daerah Terkait Tahun Politik
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengeluarkan surat edaran terkait pemberian THR kepada PNS daerah. Hal itu dilakukan lantaran adanya pemberian THR bagi PNS pusat serta TNI dan Polri.
Namun, beberapa kepala daerah seperti Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memprotes kebijakan tersebut karena anggaran daerah sudah diplot ke pos masing-masing.