JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah organisasi masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menyerahkan petisi "KPK Dalam Bahaya, Tarik Semua Aturan Korupsi dari RKUHP!" ke Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo, Selasa (5/6/2018).
Agus Rahardjo mengapresiasi masyarakat sipil yang telah mendukung KPK dalam menolak masuknya pasal-pasal korupsi ke dalam RKUHP.
Ia menilai, keberadaan petisi yang hampir didukung sekitar 50.484 warganet itu membuktikan bahwa masyarakat masih peduli pada KPK dan agenda pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Kami ucapkan terima kasih karena teman-teman masih betul-betul merasakan KPK milik publik dan rakyat indonesia. Dan kita sudah merasakan bertahun-tahun menderita karena tindak pidana korupsi," kata Agus dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Baca juga: KPK Optimistis Jokowi Dukung Keluarkan Pasal Korupsi dari RKUHP
Agus berharap pihaknya senantiasa berjalan bersama masyarakat sipil untuk menegaskan bahwa agenda penindakan dan pemberantasan korupsi harus menjadi lebih baik lagi.
Menurut dia, banyak negara-negara yang telah memisahkan undang-undang tindak pidana khusus di luar dari kitab undang-undang hukum pidananya. Ia berharap, Indonesia juga bisa melakukan hal yang sama.
"Banyak negara yang menganut kodifikasi itu belakangan malah arahnya sebaliknya. Jadi undang-undang tindak pidana khusus dimunculkan dari luar KUHP-nya," kata dia.
Di sisi lain, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter menuturkan, sikap koalisi masyarakat sipil menegaskan bahwa pasal-pasal korupsi harus berada di luar RKUHP.
Lalola menilai rencana pengesahan RKUHP pada 17 Agustus mendatang terkesan terburu-buru.
"Ada ketergesa-gesahan yang tidak masuk akal yang ditunjukkan DPR ataupun pemerintah dalam pembahasan RKUHP ini. Jadi perhatian ini jadi fokus kami bersama sehingga kami berharap pembahasan bisa lebih terbuka, lebih bisa partisipatif dan akuntabel," kata Lalola.
Baca juga: KPK Nilai RKUHP Berpotensi Jadi Celah Baru Lemahkan KPK
Hal senada juga diungkapkan Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Virgo Sulianto. Ia menilai dukungan yang besar dalam petisi tersebut merupakan gerakan perlawanan masyarakat sipil atas sikap DPR dan Pemerintah dalam pembahasan RKUHP.
"Mereka (DPR dan pemerintah) mempertontonkan secara telanjang nalar-nalar yang melawan publik. Kita tahu bersama bahwa korupsi menjadi hal yang menghambat pembangunan negeri ini," kata Virgo.
Ia menganggap keberadaan RKUHP saat ini berpotensi jadi kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dan melemahkan kinerja KPK.
Petisi tersebut dikeluarkan oleh Sahabat Indonesian Corruption Watch (ICW) dalam menyikapi upaya DPR dan Pemerintah yang akan segera mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada 17 Agustus 2018 mendatang.
Dalam petisi itu, Sahabat ICW mengungkapkan ada sejumlah substansi yang dapat mengancam eksistensi KPK dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Hal itu juga dianggap kontra produktif dengan kinerja KPK yang telah menyelamatkan uang negara melalui berbagai operasi tangkap tangan dan proses hukum terhadap para koruptor.
Petisi tersebut juga mengungkapkan, sejumlah ketentuan delik korupsi dalam RKUHP justru menguntungkan koruptor. Sebab, ancaman pidana penjara dan denda bagi koruptor dalam RKUHP lebih rendah dari ketentuan yang diatur dalam UU Tipikor.