JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Pansus revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) Arsul Sani menuturkan, pemerintah wajib berkonsultasi dengan DPR terkait penyusunan peraturan presiden (Perpres) pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme.
Konsultasi tersebut menjadi ranah Komisi I yang membidangi masalah pertahanan dan Komisi III terkait bidang hukum.
Ketentuan mengenai rapat konsultasi tercantum dalam Pasal 43I UU Antiterorisme dan penjelasannya.
"Penjelasan pasal yang bersangkutan menyatakan bahwa dalam penerbitan Perpres dikonsultasikan dengan DPR," ujar Arsul saat dihubungi, Minggu (27/5/2018).
Baca juga: Pemerintah Diminta Hati-hati Rumuskan Perpres Pelibatan TNI Atasi Terorisme
Arsul menjelaskan, penyusunan isi perpres pelibatan TNI memang menjadi ranah pemerintah.
Namun, DPR memiliki kewajiban untuk memastikan subtansi perpres tersebut tidak keluar dari ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahum 2004 tentang TNI dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Selain itu, sesuai UU TNI, pengerahan kekuatan militer untuk melakukan operasi militer selain perang (OMSP) harus berdasarkan keputusan politik negara atau antara presiden dan DPR.
"Menurut saya mengikat karena kalau Perpresnya tidak disetujui DPR masih berlaku ketentuan dalam Pasal 7 ayat 3 UU TNI jo. UU Pertahanan Negara di mana keputusan politik negara oleh Presiden untuk melibatkan TNI itu harus dikonsultasikan dengan DPR, baik sebelumnya atau dalam jangka waktu tiga hari setelah pelibatan," tuturnya.
Baca juga: Pemberantasan Terorisme Tak Perlu Dikotak-kotakkan Hanya untuk TNI dan Polri
Selain itu, lanjut Arsul, tujuan dari konsultasi tersebut agar presiden tidak perlu meminta persetujuan DPR tiap kali akan melibatkan TNI dalam penanggulangan terorisme.
"Sepanjang pelibatannya dalam koridor yang diatur Perpres yang sudah dikonsultasikan tersebut," kata Arsul.
Sebelumnya, draf revisi UU Antiterorisme yang baru disahkan di Rapat Paripurna DPR pada Jumat, (25/5/2018) lalu, mengatur pelibatan TNI mengatasi terorisme.
Pelibatan TNI tersebut merupakan bagian dari operasi militer selain perang (OMSP) sesuai tugas pokok dan fungsi TNI.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelibatan TNI ini akan diatur dengan Peraturan Presiden (perpres).