JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengungkapkan standar ganda Komisi II DPR dalam menyikapi larangan eks narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif.
Ia mengaku heran dengan sikap Komisi II yang keberatan dengan rancangan Peraturan KPU soal larangan mantan napi korupsi untuk mencalonkan diri jadi anggota DPR ataupun anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Padahal, aturan yang sama sebelumnya juga sudah disetujui Komisi II untuk pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
"Uniknya adalah, kenapa Komisi II meloloskan untuk DPD. Peraturan KPU untuk DPD itu syaratnya sama sudah diloloskan dan tidak ada persoalan," kata Wahyu dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (26/5/2018).
"Tapi kalau pencalonan DPRD dan DPR, itu kok lebih bersikap (menolak)," tambah dia.
Wahyu mengaku sengaja mengungkap standar ganda yang diterapkan oleh Komisi II DPR ini agar publik yang mengetahui. Ia mempersilakan publik untuk menilai.
"Ini publik harus tahu ada apa," kata Wahyu.
Wahyu menegaskan, KPU akan tetap pada pendiriannya melarang eks napi kasus korupsi menjadi calon legislatif DPR/DPRD. KPU pun siap apabila aturan tersebut digugat ke Mahkamah Agung.
Sebelumnya, Komisi II DPR, Bawaslu dan Kemendagri menolak langkah KPU yang melarang eks napi kasus korupsi menjadi calon legislatif. Penolakan itu bahkan dijadikan kesimpulan rapat yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5/2018).
Wakil Ketua Komisi II Nihayatul Mafiroh membacakan kesimpulan RDP bahwa Komisi II DPR, Bawaslu, dan Kemendagri menyepakati aturan larangan mantan napi korupsi dikembalikan peraturannya pada Pasal 240 Ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ketua Komisi II Zainudin Amali menambahkan, DPR beserta pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga telah bersepakat agar KPU berpedoman pada Undang-Undang Pemilu.
Dalam Pasal 240 Ayat 1 huruf g dinyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan kepada publik secara jujur dan terbuka bahwa dirinya pernah berstatus sebagai narapidana.
Dengan demikian, mantan narapidana korupsi pun bisa mencalonkan diri sebagai caleg.