JAKARTA, KOMPAS.com - Cendekiawan Muslim Ayzumardi Azra menilai Undang-undang Antiterorisme yang baru disahkan, memperkuat sisi pencegahan terkait gerakan radikal.
Kendati demikian, untuk mengantisipasi tumbuhnya benih-benih terorisme, regulasi tidaklah cukup. Negara dianggap perlu mendeteksi keberadaannya di bangku sekolah.
“Itu harus sejak lebih awal waktunya, mungkin sejak tingkat SMA, Perguruan Tinggi, itu harus dilakukan program-program (deradikalisasi),” kata Azyumardi di sela-sela acara seminar di Hotel Cemara 2, Jakarta, Jumat (25/5/2018).
Baca juga: Kementerian/Lembaga Diminta Deteksi Pegawai yang Anut Paham Radikal
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah itu menyebutkan, radikalisme di kalangan perguruan tinggi cukup tinggi.
Bahkan, menurutnya, dunia pendidikan saat ini tidak menekankan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sehingga mudah terpengaruh paham-paham radikal.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dianggap menjadi pihak yang tepat untuk menanggulanginya.
Baca juga: Menkominfo: Kami Sudah Blokir 2.500 Konten Radikal dan Masih Terus Bertambah...
“BNPT punya peran yang lebih jelas. Nggak mungkin kalau densus (Datasemen Khusus 88) dengan masuk ke kampus, jelas nggak bisa,” kata dia.
Azyumardi melanjutkan, BNPT dapat bekerja sama dengan pimpinan universitas dan lembaga-lembaga kemahasiswaan untuk menangkal radikalisme di perguruan tinggi. Salah satunya lewat forum rektor Indonesia.