Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Bagaimana Menjamin Parpol Hadirkan Caleg Berintegritas?

Kompas.com - 25/05/2018, 12:44 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina berpendapat, sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap melarang mantan koruptor menjadi calon legislatif dalam Pemilu 2019, sudah tepat.

Almas tidak setuju apabila ada usulan mekanisme pemilihan calon legislator diserahkan ke partai politik.

Sebab, tidak ada jaminan parpol akan mengajukan caleg berintegritas kepada pemilih.

"Bagaimana menjamin partai politik akan menghadirkan calon legislator yang berintegritas apabila mekanisme itu tidak dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu sendiri?" ujar Almas kepada Kompas.com, Jumat (25/5/2018).

Baca juga: Komisi II Minta KPU Tak Larang Mantan Terpidana Korupsi Calonkan Diri

Berkaca kepada pemilihan legislatif 2014 lalu, masih ada partai politik yang mencalonkan mantan koruptor.

"Catatan ICW di Pileg 2014, 59 anggota DPR/DPRD terpilih pada saat status hukumnya adalah tersangka/terdakwa/terpidana," ujar Almas.

Meski demikian, Almas tidak bermaksud menyudutkan parpol. Ia menolak apabila pernyataannya itu diartikan bahwa parpol tidak bisa diharapkan dalam menghadirkan calon wakil rakyat yang berkualitas.

"Bukannya partai politik ini tidak bisa diharapkan. Banyak juga calon yang bagus-bagus. Tapi partai politik berpeluang tetap mencalonkan calon yang sudah terbukti pernah melakukan korupsi," ujar dia.

Baca juga: ICW: Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg Adil untuk Rakyat

Selain itu, lanjut Almas, larangan serupa sebenarnya juga sudah berlaku bagi calon presiden, calon wakil presiden dan anggota DPD RI.

Jadi, seharusnya norma yang sama diberlakukan juga bagi calon wakil rakyat.

"Sebenarnya jadi pertanyaan juga kenapa pemerintah, DPR dan Bawaslu cenderung menolak larangan itu? Padahal larangan yang sama sudah masuk dalam PKPU Nomor 14 Tahun 2018, yakni bagi calon DPD," ujar dia.

"Tapi kami optimistis lah KPU akan mensahkan larangan itu mengingat konsultasi dengan DPR dan pemerintah bersifat tidak mengikat menurut salah satu putusan MK," lanjut Almas.

Baca juga: Ray Rangkuti: Tidak Ada Mantan Koruptor yang Bertobat

Rapat Dengar Pendapat di Komisi II DPR terkait penyusunan Peraturan KPU, Senin (22/5/2018), memutuskan eks terpidana korupsi diperbolehkan mendaftar sebagai caleg.

Hal itu menjadi kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi II dan KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Kementerian Dalam Negeri yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5/2018).

"Komisi II DPR, Bawaslu, dan Kemendagri menyepakati aturan larangan mantan napi korupsi dikembalikan peraturannya pada Pasal 240 Ayat 1 huruf g Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," kata Wakil Ketua Komisi II Nihayatul Mafiroh saat membacakan kesimpulan rapat.

Atas keputusan tersebut, Komisioner KPU Viryan Aziz menegaskan, KPU tetap berpegang pada rancangan Peraturan KPU yang melarang mantan narapidana kasus korupsi ikut Pileg 2019.

"KPU tetap pada draf peraturan yang sudah dibuat. Kami tetap melarang mantan napi korupsi jadi caleg," ujar Aziz.

Kompas TV Meski menentang usulan KPU, Paloh menyebut, bukan berarti Partai Nasdem mendukung koruptor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com