JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani mengatakan, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah prasyarat mutlak dalam upaya penanggulangan terorisme.
“Prinsip-prinsip HAM telah diadopsi dalam pasal-pasal konstitusi kita, sehingga menyalahkan HAM dalam penanganan teorisme adalah pandangan yang reaktif, tidak proporsional dan tidak memiliki justifikasi,” ucapnya saat konferensi pers di Kantor Kontras, Jakarta, Kamis (17/5/2018).
Baca juga: BNPT DIsebut Bakal Jadi Leading Sector Pemberantasan Terorisme
Ia melanjutkan, dalam tatanan negara hukum yang demokratis, konsepsi HAM telah memberikan standar dan cara pendekatan yang bisa ditempuh.
Misalnya tentang hak individual yang tidak dapat dikurangi: hak untuk bebas dari penyiksaan apapun.
“Standar-standar HAM akan dapat meminimalisir resiko munculnya praktik penyiksaan, salah tangkap, penahanan sewenang-wenang, miscarriage of justice dan pelanggaran HAM lainnya,” katanya.
Parameter HAM akan menguji apakah negara mampu memerangi terorisme dengan cara yang bermartabat dan akuntabel atau sebaliknya.
Baca juga: Pemerintah-DPR Sepakat Hapus Pasal Guantanamo dari RUU Antiterorisme
Yuti mengaitkan hal tersebut dengan pasal "Guantanamo" dalam rancangan UU Terorisme.
Disebut dengan istilah "Pasal Guantanamo", merujuk pada nama penjara milik Amerika Serikat di wilayah Kuba, di mana ratusan orang ditangkap dan disembunyikan karena diduga terkait jaringan teroris.
Pasal itu mengatur kewenangan penyidik maupun penuntut untuk menahan seseorang yang diduga terkait kelompok teroris selama 6 bulan.
Beberapa pihak menilai, ada banyak celah penyalahgunaan wewenang pada pasal tersebut, termasuk hakim Mahkamah Agung.
Baca juga: UU Antiterorisme Bisa Jadi Acuan dan Semangat dalam Tangani Terorisme
“Hak yang tidak boleh dikurangi, bagaimana penangkapan selama 14 hari tidak disertai safeguard. Penyiksaan bisa saja terjadi,” katanya.
Turut hadir dalam acara konferensi pers perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Elsam, IMPARSIAL, PSHK, YAPPIKA, APIK, PSHK, ICJR, Setara Institute, Amnesty International, Indonesia, AJAR, Walhi, KPA, Solidaritas Perempuan Mahardika.