Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Pendapat Ahli yang Dihadirkan Jaksa KPK dan Fredrich Yunadi

Kompas.com - 17/05/2018, 15:54 WIB
Abba Gabrillin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa Fredrich Yunadi menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Al Ahzar Suparji dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (17/5/2018).

Ahli yang meringankan terdakwa itu memberikan pendapat berbeda dengan ahli hukum pidana yang dihadirkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Perbedaan itu terletak pada pendapat ahli soal Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga: Ucapkan Kata-kata yang Dianggap Tak Pantas, Fredrich Ditegur Hakim

Pasal tersebut mengatur tentang perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.

Menurut Suparji, Pasal 21 tersebut termasuk dalam kualifikasi delik materil. Dengan demikian, suatu perbuatan dapat dikatakan termasuk dalam kualifikasi Pasal 21 apabila sudah ada akibatnya.

"Karena ini delik materil, maka perlu mendapatkan akibatnya dulu," ujar Suparji.

Menurut Suparji, seseorang yang didakwa dengan Pasal 21, akibat dari perbuatannya harus nyata, jelas dan terukur.

Baca juga: Fredrich Yunadi: Saya Dibilang Pengacara Bakpao, Ya Alhamdulillah...

Menurut dia, apabila perbuatan seseorang tidak menimbulkan akibat terhalangnya proses hukum, maka tidak dapat dikenai sanksi pidana.

"Misalnya seseorang membawa kabur tersangka sehingga penyidikan menjadi tidak ada. Jadi, mencegah, menggagalkan itu juga harus ada akibatnya," kata Suparji.

Hal berbeda disampaikan ahli pidana dari Universitas Jenderal Soedirman Noor Aziz Said.

Dalam persidangan sebelumnya, Noor Aziz berpendapat, perbuatan pidana yang diatur dalam Pasal 21 tersebut sudah dapat dikenakan kepada pelaku, meski upaya menghalangi penyidikan itu belum sampai berhasil dilakukan.

Baca juga: Drama saat Fredrich Bikin Ribut dan Novanto Genggam Tangan Penyidik

Menurut dia, dugaan perbuatan pidana dapat disangkakan pada pelaku, sejak saat perbuatan mulai dilakukan.

"Soal berhasil atau tidak, itu adalah akibat, bukan unsur perbuatan pidana. Perbuatan dalam Pasal 21 itu tidak harus tercapai dahulu," ujar Noor Aziz.

Menurut Noor Aziz, Pasal 21 UU Tipikor termasuk dalam delik formil. Dalam rumusan pasal tersebut tidak dijelaskan mengenai akibat, namun tertuju pada perbuatan menghalangi, mencegah atau merintangi proses hukum yang dilakukan penegak hukum.

Dalam kasus ini, Fredrich didakwa bersama-sama dengan dokter Bimanesh Sutarjo telah melakukan rekayasa agar Setya Novanto dirawat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau. Hal itu dalam rangka menghindari pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Saat itu, Novanto merupakan tersangka dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com