JAKARTA, KOMPAS.com — Rangkaian aksi teror bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur, beberapa waktu lalu menyita perhatian banyak pihak.
Salah satunya adalah lantaran pelakunya adalah sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya.
Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia (UI), Solahudin, memandang ada beberapa alasan yang mendasari dilibatkannya perempuan dan anak-anak dalam beberapa aksi bom bunuh diri di Jawa Timur beberapa waktu lalu.
Baca juga: Masih Trauma, Satu Anak Terduga Teroris Hanya Mau Bicara pada Suster Penjaganya
Pertama adalah alasan keamanan.
"Kalau dilakukan perempuan dan anak-anak lebih sulit diidentifikasi, tidak terlalu curiga, apalagi satu keluarga," kata Solahudin dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Jakarta, Rabu (16/5/2018).
Alasan lainnya adalah agar mendapatkan jangkauan pemberitaan yang lebih luas, bahkan hingga ke seluruh dunia.
Solahudin menyebut, aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh pria dewasa tentu sudah awam. Namun, akan lain ceritanya apabila aksi bom bunuh diri dilakukan oleh perempuan dan melibatkan anak-anak.
Baca juga: Kisah Anak Pelaku Bom Sidoarjo yang Tolak Ajaran Ayahnya Jadi Teroris
Hal ini akan menjadi perhatian, khususnya bagi media-media asing.
"Kalau seandainya pelakunya ibu dan anak itu luar biasa, akan memberikan coverage yang luas. Itu sebabnya media asing meliput berita tersebut karena punya news value (nilai berita) yang tinggi)," tutur Solahudin.
Alasan terakhir adalah pelaku bom bunuh diri memberikan pesan yang disampaikan kepada jaringan mereka sendiri.
Baca juga: KPAI Sebut Kelompok Teroris Libatkan Anak di Banyak Peran
Pesan yang dimaksud adalah terkait keberanian melakukan aksi bom bunuh diri.
"(Pesannya) seperti, anak-anak saja berani, perempuan berani, masak kamu (pria dewasa) tidak berani?" sebut Solahudin.