JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean membalas kritik Presiden Joko Widodo mengenai kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Ferdinand menegaskan bahwa subsidi BBM dan energi yang digelontorkan sebesar Rp 340 triliun selama sepuluh tahun pemerintahan SBY adalah untuk membantu masyarakat.
Ia menjelaskan, di era Ketua Umum Partai Demokrat itu, harga minyak dunia menyentuh harga rata-rata diatas 120 Dolar AS per barel. Dengan harga itu, maka harga premium akan berada di kisaran Rp 15.000 per liter.
"Bila harga ini tidak disubsidi oleh pemerintahan SBY, maka dalam sekejap jumlah orang miskin akan bertambah pesat, lapangan kerja tertutup karena industri bangkrut, ekonomi akan terganggu," kata Ferdinand dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/5/2018).
Adapun saat ini, kata Ferdinand, harga minyak dunia hanya ada di level 70 dolar AS per barel. Bahkan selama dua tahun kemarin, minyak dunia sempat berada pada level 35 dolar AS per barel.
Baca juga: Pemerintah Targetkan BBM Satu Harga di 73 Wilayah Terpencil
"Bedakan dengan sekarang, harga minyak dunia rendah, subsidi dicabut, justru ekonomi makin terpuruk dan lapangan kerja susah," kata dia.
Ferdinand menegaskan, setiap Presiden masing-masing punya kebijakan. SBY, kata dia, memberikan subsidi karena ingin membantu rakyat.
Hasil dari subsidi itu, menurut dia sangat nyata. Ekonomi tumbuh rata-rata 6 persen, lapangan kerja banyak terbuka, kemiskinan menurun, dan rakyat mudah cari uang.
Ia menilai kondisi sebaliknya terjadi saat subsidi BBM saat ini dicabut. Ia melihat orang miskin bertambah, rakyat susah mencari kerja, dan ekonomi tumbuh hanya 5 persen.
"Dulu era SBY rakyat dibantu, sekarang justru rakyat dieksploitasi dengan kenaikan tarif dan pajak," kata dia.
Baca juga: Dikritik Jokowi soal Subsidi BBM, SBY Minta Kader Demokrat Bersabar
Kondisi Pertamina juga, lanjut dia, jauh lebih baik dulu daripada sekarang. Menurut dia, Pertamina saat ini babak belur karena menjual BBM dibawah harga keekonomian.
Akhirnya, subsidi yang seharusnya ditanggung negara kini ditanggung Pertamina. Akhirnya, Premium dan Solar mulai langka di pasar, dan rakyat terpaksa membeli Pertalite untuk pengganti Premium dan Dexlite untuk Pengganti Solar.
"Ini kan kebijakan retorik dan menyusahkan rakyat," kata dia.
"Lantas apa yang mau dibanggakan oleh Presiden Jokowi? BBM 1 Harga? Dari dulu juga harga sama di SPBU," tambah dia.
Ferdinand pun meminta Jokowi untuk berhenti menyalahkan pemerintahan terdahulu. Apalagi, sebentar lagi 5 tahun masa kepemimpinan Jokowi juga akan berakhir.