JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi Perlindungan Anak Rita Listyarti menyatakan anak yang terlibat dalam peristiwa teror di rentetan peristiwa bom bunuh diri di Surabaya Minggu (11/5/2018) dan di Pos Jaga Markas Polrestabes Surabaya Senin (12/5/2018) adalah korban.
Menurut dia, pelaku teror yang melibatkan anak-anak perlu penanganan yang berbeda.
“Nanti dilihat lagi usianya, di bawah usia 12 tahun korban, kalau 14 tahun bisa diproses,” ucapnya saat konferensi pers di Gedung KPAI, Jakarta, Selasa (15/5/2018).
Rita menilai pelaku teror anak-anak bukan aktor terorisme murni kejahatan. Dia melihat dorongan seorang anak melakukan aksi terorisme lebih cenderung karena terpapar radikalisme.
Baca juga: Teroris Libatkan Anak-anak, Wapres JK Sebut Hebatnya Cuci Otak Merusak Bangsa
“Pelaku anak terorisme di bawah umur ini sebenarnya bukan anak pelaku, tetapi anak adalah korban, tidak mungkin punya pikiran pasang martir di badannya,” tuturnya.
Di pihak lain, Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati mengatakan, kasus terorisme yang melibatkan anak perlu didalami secara komprehensif, termasuk memastikan inisiator dan auktor utama harus dihukum seberat-beratnya.
“Terkait kasus (teror) Surabaya, otak dan inisiator utama segera ditangkap. Saya kira hormati proses hukum yang ada, aparat hukum mendalami jauh kemudian anak terlibat atau tidak,” katanya.
Rita mengatakan, anak yang diajak dalam melakukan teror mendapatkan dorongan dari orangtua. Menurutnya, anak-anak dalam konteks tindakan teror bom adalah korban.
Baca juga: Anak-anak Terlilit Bom dan Meledakkan Diri, Pelaku atau Korban?
“Kita bisa bayangkan anak seperti pasti ada rasa takut dan tidak nyaman (melakukan aksi teror),” ucapnya.
Apalagi, dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak jelas termuat larangan kepada siapa pun mengajak atau melibatkan anak dalam tindakan kekerasan. Pelaku akan dikenai pemberatan hukuman.
Diberitakan, Dita Upriyanto, sebagai kepala keluarga, melakukan bom bunuh diri di Gereja Pantekosta Pusat dengan mengendarai mobil.
Kemudian, satu keluarga lain terlibat aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya.
Baca juga: Perubahan Pola Baru Terorisme, Anak Disertakan dalam Aksi Bom Bunuh DIri
Tri Ernawati (43) dan Tri Murtono (50), suaminya, meledakkan dirinya di pintu gerbang Markas Polrestabes Surabaya dengan dua motor.
Keduanya juga mengajak tiga anaknya, yakni Muhammad Daffa Amin Murdana (18), Muhammad Dary Satria Murdana (14), dan putri perempuan bungsunya Aisyah Azzahra Putri (7).
Kedua orangtua dan dua anak lelaki tewas di lokasi. Sementara putri bungsunya selamat setelah terlempar saat bom diledakkan.
Presiden Joko Widodo juga sebelumnya menyoroti pelibatan anak-anak tersebut.
Presiden Jokowi menyebut serangan teroris tersebut sebagai tindakan yang biadab dan di luar batas kemanusiaan.