JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengecam keras serangan teroris terhadap tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018).
Koordinator Kontras Yati Andriyani menilai penanganan kejahatan terorisme tak bisa terpaku pada aksi penegakan dan penindakan hukum semata.
"Bukan saja mengungkap dan membawa pelaku melalui mekanisme hukum yang ada, tetapi juga langkah pencegahan dan jaminan tindakan serangan serupa tidak berkelanjutan dan berulang," kata Yati dalam keterangan resminya, Minggu (13/5/2018).
Baca juga: Bom di Surabaya Teroganisir, Peta Menegaskannya
Selain itu, Yati juga menekankan pentingnya jaminan perlindungan, penghormatan hak-hak kebebasan beragama, berkeyakinan dan beribadah umat beragama. Masyarakat juga harus bersatu menyuarakan perdamaian, penolakan aksi kekerasan, dan anti perpecahan.
"Pemerintah, politisi, pemimpin agama dan seluruh pengambil kebijakan mempunyai tanggungjawab untuk memastikan hal-hal tersebut," kata dia.
Yati berharap negara mendukung pemulihan korban secara menyeluruh. Kementerian dan lembaga terkait diharapkan bisa memberikan layanan sosial terpadu kepada para korban kejahatan terorisme secara jangka panjang.
Baca juga: Presiden Jokowi: Tindakan Teroris di Surabaya Biadab
"Semua instansi pemerintah terkait berpadu memberikan layanan yang dibutuhkan tidak saja setelah peristiwa tetapi juga seterusnya sepanjang pemulihan dalam segala bentuknya diperlukan," katanya.
Seperti yang diketahui, ledakan bom terjadi di tiga gereja di Surabaya, yaitu Gereja Maria Tak Tercela di Jalan Ngagel Madya, Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat di Jalan Arjuna.
Informasi dari kepolisian hingga pukul 12.30 WIB, sebanyak 10 orang tewas dalam tiga serangan teroris tersebut. Selain itu, 41 orang mengalami luka dan tengah dirawat di rumah sakit.