JAKARTA, KOMPAS.com - Kemerdekaan ruang redaksi pers Indonesia masih dalam kategori "agak bebas" dengan nilai 62. Angka tersebut mengacu pada survei Dewan Pers yang selama dua tahun terakhir.
Anggota Dewan Pers Hendry Ch Bangun mengatakan ancaman independensi pers datang dari kendali konglomerat media dan pemilik media yang juga pemimpin partai politik.
"Paduan antara kendali konglomerat media secara nasional dan pemilik media yang juga pemimpin partai politik seringkali mengancam independensi ruang redaksi yang menurut survei berada dalam kategori 'agak bebas' atau dengan nilai 62," kata Hendry pada perayaan Hari Kebebasan Pers Dunia 2018 di Jakarta, Selasa (8/5/2018), seperti dikutip Antara.
Hendry menuturkan media kerap menjadi alat kepentingan ekonomi dan politik dari pemiliknya. Dan itu membuat independensi pers terancam.
"Seperti kita ketahui, beberapa media saat ini dimiliki oleh pengusaha dan pendiri partai, atau berafiliasi pada kepentingan ekonomi dan politik tertentu," kata Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat itu.
Baca juga : Hukum dan Politik Sebabkan Peringkat Kebebasan Pers Indonesia Stagnan
Selain itu, kebebasan ruang redaksi juga terancam oleh ketergantungan media pada iklan dan program publikasi dari pemerintah daerah.
Bahkan Dewan Pers, kata Hendry, menemukan kasus sejumlah wartawan yang juga berperan sebagai tenaga pemasaran guna mencari iklan. Kasus tersebut terungkap di sejumlah provinsi.
Hendry mengatakan pers yang profesional dan independen berperan penting mengendalikan kekuasaan agar pemerintah atau aktor lainnya agar membuat masyarakat terinformasi dengan baik.
Itu merupakan salah satu poin Deklarasi Accra yang diluncurkan pada peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia di Accra, Ghana, 2-3 Mei 2018.
Poin lainnya adalah, menciptakan diskusi publik yang sehat, dan menyertakan masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Sebagai bagian dari peringatan Hari Kebebasan Pers di Jakarta, tiga publikasi mengenai pers diluncurkan.
Ketiganya yakni Laporan Mengenai Tren Dunia Dalam Kebebasan Berekspresi dan Perkembangan Media di Asia dan Pasifik tahun 2018 dan Laporan Global Konvensi 2005 berjudul Membentuk Ulang Kebijakan Kebudayaan: Memajukan Kreativitas Untuk Pembangunan oleh UNESCO.
Satu publikasi lainnya diluncurkan oleh Dewan Pers tentang Survei Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia 2017.