Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum HTI: Jangan Gembira Dulu dengan Putusan PTUN

Kompas.com - 08/05/2018, 16:43 WIB
Kristian Erdianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Yusril Ihza Mahendra memastikan pihaknya akan mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada Senin (7/5/2018) kemarin.

Berdasarkan ketentuan hukum acara, pihak HTI dapat mengajukan memori banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) selambat-lambatnya 20 hari setelah putusan PTUN.

"Putusan PTUN menyatakan HTI memiliki legal standing untuk dapat mengajukan perlawanan secara hukum," ujar Yusril saat menggelar konferensi pers di kantor HTI, Crowne Palace, Jakarta Selatan, Selasa (8/5/2018).

"Jangan gembira dulu dengan keputusan PTUN karena masih ada upaya banding, kasasi bahkan PK (Peninjauan Kembali) dan HTI sudah sepakat untuk mengajukan perlawanan terhadap putusan PTUN," ucapnya.

Baca juga : Menag Ajak Eks Anggota HTI Kembali ke Pangkuan Pancasila dan NKRI

Menurut Yusril, ada beberapa hal yang yang akan ia jadikan dasar dalam mengajukan banding.

Pertama, Yusril menilai melalui putusan tersebut, pengadilan telah memberlakukan aturan hukum secara surut.

Pasalnya, pemerintah menggunakan video dakwah HTI tahun 2013 sebagai salah satu bukti pembubaran HTI melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 untuk mencabut status badan hukum HTI.

Sementara, kewenangan Menkumham dalam mencabut status badan hukum suatu organisasi baru diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Dengan demikian, menurut Yusril, video tersebut tak bisa dijadikan dasar pemerintah membubarkan HTI.

Baca juga : Wiranto Minta Masyarakat Tak Lagi Ributkan Pembubaran HTI

Selain itu, bukti video yang diajukan pemerintah dalam persidangan baru diverifikasi tanggal 19 Desember 2017 atau lima bulan setelah penerbitan SK Menkunham. Hal itu, kata Yusril, menunjukkan bukti baru dicek orisinalitasnya setelah hukuman dijatuhkan.

"Karena itu kami berkali-kali meminta adakah kesalahan yang dilakukan HTI setelah penerbitan Perppu Ormas. Bukti di pengadilan itu kan yang lama," kata Yusril.

Massa pendukung Hizbut Tahrir Indonesia menunaikan salat zuhur berjemaah di depan gedung Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta, Senin (7/5/2018) siang.KOMPAS.com/Ihsanuddin Massa pendukung Hizbut Tahrir Indonesia menunaikan salat zuhur berjemaah di depan gedung Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta, Senin (7/5/2018) siang.
Hal lain yang menjadi keberatan HTI adalah pertimbangan majelis hakim yang menyatakan bukti berupa buku mengenai konsep khilafah sebagai alat bukti yang sah.

Yusril mengatakan, hal itu keliru sebab buku bukanlah fakta hukum melainkan sekadar referensi ilmiah yang tidak pernah dikonfirmasi secara sah melalui pemeriksaan yang fair dan obyektif.

"Kemudian pengadilan juga merujuk pada buku. Namanya juga buku rujukan. Ini kan aneh. Penulis bukunya juga sudah meninggal," ucapnya.

Yusril juga mempersoalkan pertimbangan hakim yang menyatakan penerbitan SK Menkumham tersebut telah sesuai prosedur. Menurut Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu, pemerintah tidak pernah memeriksa atau meminta keterangan dari pihak HTI.

"Tidak pernah ada konfrontir atas keterangan atas keterangan dan bukti sehingga ketiadaan pemeriksaan yang fair dan obyektif atau due process of law itu jelas menunjukkan penghukuman dilakukan tanpa proses yang cukup," kata Yusril.

Halaman:


Terkini Lainnya

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com